Unfamiliar Lover - 3: Tak Yakin
" Lo beneran mau makan siang bareng dia?" Jenny mencondongkan badannya ke arah Hira berusaha mendapatkan jawaban pasti. Padahal Hira sudah menjawabnya berkali-kali dari sejak semalam Hira menceritakan cowo bernama Ben ini.
" Iyaaaa kucriittt. Lo udah berapa kali nanya sihh?" jawab Hira sambil meremas rambut ikal Jenny yang selalu membuatnya gemas.
Jenny memundurkan kursinya agar Hira bisa berdiri. Ia melirik ke arah meja Bu Ira, pustakawan kampus. Dia sedang melotot ke arah Jenny dan Hira karena dari tadi mereka membuat keributan membicarakan si Ben, makhluk sempurna yang entah muncul dari perut bumi atau dari langit ke tujuh.
" Hira, bentarrr dehh..." tanpa sadar Jenny menaikan suaranya dan akhirnya suara "sssstt.." itu keluar dari mulut Bu Ira. Jenny memelankan suaranya dan memegang tangan Hira untuk mencegah niat sahabatnya itu.
" Mending lo jangan ketemuan sama dia deh...Lo kan masih hilang ingatan 'Ra.." bisik Jenny. Ia berusaha menahan diri agar tidak memuntahkan semua isi hatinya. Demi kesehatan Hira.
" Memang apa sih yang perlu gua inget Jen?? Gua cape tahu berusaha mengingat, ikut terapi, ngubek-ngubek ingatan gua, tapi ga nemu apa-apa. Memang apa sih yang penting yang gua lupain?? Kenapa kalian ga ceritain aja semua??"
Mau gua juga gitu, Raaa... jerit Jenny dalam hati.
" Tuh, kan! Malah diem. Kalian tuh kompak banget ga ada satu pun yang mau cerita tapi maksa-maksa gua buat inget. Nyebelin tahu ga.. " bisik Hira, geram.
Jenny tidak bisa menjawab kata-kata Hira. Hatinya mencelos melihat cara bicara sahabatnya tadi. Ternyata Hira sendiri cukup tertekan dengan keadaannya... Tapi begitu juga dengan keluarganya, bahkan Jenny sendiri. Sampai kapan mereka harus tutup mulut demi menjaga kesadaran Hira??
Jenny mengeluarkan ponselnya dan mulai mengirim chat pada orang yang paling mengerti kekuatirannya tentang Hira. Galuh selalu bisa membuatnya merasa tenang walau pun tidak banyak komentar. Ia selalu mendengarkan.
Sama seperti saat ini juga, chat Jenny langsung dibalas.
***
Pintu lift terbuka, Hira menerobos orang-orang di depannya untuk keluar lebih dulu. Tak dipedulikannya seruan protes beberapa orang yang mendapat dorongan bahunya.
Sesuatu yang mengganjal di ulu hatinya membuatnya melangkah lebih cepat. Ia ingin segera menyelesaikan janjinya dengan Ben.
Hanya karena masalah ini ia bisa menjadi jengkel dengan Jenny. Biasanya Hira mendengarkan nasehat Jenny, tapi entah kenapa hari ini dan tentang masalah ini...
Hira memperlambat langkahnya dan teringat bagaimana ia menggeram pada Jenny. Ia tidak pernah sekasar itu pada sahabatnya...
Sekarang ia semakin sesak karena menyesal dan rasa lelah..
Amnesia ini menguras tenaganya. Mungkin ia bisa cuek dengan apa yang tidak ia ingat, tapi semua orang mendorongnya untuk mengingat. Sementara setiap kali ia berusaha mengingat, semakin ia merasa lelah.
Mungkin seharusnya Hira tidak perlu mengingatnya kan??
Hira menengadahkan kepalanya berusaha menahan air matanya yang hampir jatuh. Memalukan kalau sampai ia bertemu Ben dengan mata yang dalam keadaan bengkak dan memerah.
Setelah merasa lebih tenang, Hira melanglahkan kakinya lagi menuju kantin. Jam setengah 12, kantin masih sepi. Hira menyapu pandangannya dan tatapannya terhenti pada sosok Ben yang sedang duduk berhadapan dengan seorang cewe. Hira tahu cewe itu. Si cantik yang populer dari fakultas Ekonomi. Dia populer karena seorang artis juga. Pamela.
Hira memperlambat langkahnya dan memperhatikan mereka berdua dengan seksama. Ada aura keintiman diantara keduanya. Ben beberapa kali terlihat tertawa lepas saat mengatakan sesuatu. Pamela sendiri tampak berusaha tersenyum seolah sedang menahan perasaan tidak nyamannya.
Situasinya membuat Hira segan untuk mendekat. Ia menghentikan langkahnya berpikir untuk balik badan. Mungkin Jenny benar. Menerima ajakan Ben bukan ide cemerlang.
Mungkin sebaiknya dia pula..
" Hira!!"
Hira terlonjak namanya dipanggil. Ia menoleh ke arah Ben dan cowo itu sedang bangkit dari duduknya dan segera berlari kecil ke arah Hira.
Dari jauh Hira melihat Pamela yang menatap ke arah dirinya dengan pandangan yang kosong. Entah kenapa situasi ini membuat Hira semakin merasa canggung. Ada sesuatu yang sepertinya tidak boleh Hira lakukan tapi ia sendiri tidak merasa jelas apa.
" Kita jadi makan bareng kan?" tanya Ben penuh antusias. Hira mengangguk pelan sambil sesekali melirik pada Pamela.
Ben menyadari arah pandangan mata Hira dan segera mengarahkan Hira untuk bergabung bersama Pamela. Tiba-tiba saja bahu Hira terasa berat.
" Hai.. " sapa Hira saat tiba di meja tempat Ben dan Pamela.
Pamela mengulurkan tangannya dan tersenyum lebar. Tatapan kosongnya tadi mendadak hilang tak berbekas berganti dengan senyuman ramah dan... Tulus... Iya, Hira merasakannya kalau senyuman itu benar-benar tulus.
" Hai, gua Pamela. Sohibnya Ben."
Hira menerima uluran tangan Pamela dan membalas senyuman bidadari itu dengan senyuman garing dan kering. Ia berusaha senyum semanis mungkin untuk menaikan sedikit derajat kewanitaannya agar tidak terlalu jomplang dibanding dengan Pamela.
" Hai, gua Hira. Gua tahu lo sih. Siapa yang ga kenal Pamela.. Eh, kenal ga sih baru sekarang.. Ya pokoknya tahu lo. Kan lo artis.. Eh, ya gitu deh kira-kira..." Hira menjelaskan tanpa ditanya. Usahanya untuk terlihat feminim menjadi sia-sia.
Pamela tersenyum penuh arti pada Hira dan mengangguk mengerti. Tak lama kemudian ia menyeruput jus alpukatnya sampai habis dan membereskan bukunya.
" Lo mau kemana?" tanya Ben melihat Pamela yang tampak buru-buru. Terlihat di wajah Ben kalau ia tidak suka Pamela meninggalkan mereka.
" Gua masih harus kerjain tugas lain. Mau duluan masuk kelas mumpung sepi." jelas Pamela.
" Senang kenalan sama lo Hira. Kapan-kapan kita ngobrol lagi ya."
Pamela melambaikan tangannya dan meninggalkan mereka berdua. Hira terpaku, masih terpesona pada kecantikan Pamela. Cewe itu bukan hanya cantik di luar tapi juga di dalam. Benar-benar membuat iri.
" Ra, kamu mau makan apa?"
Dengan wajah yang masih termangu Hira melihat sekeliling kantin dan memutuskan membeli nasi padang. Tadinya Ben menawarkan diri untuk mentraktir tapi Hira menolak. Tabu baginya untuk menerima traktiran dari orang yang belum terlalu dekat dengannya. Tapi kalau sudah dekat, mungkin Hira yang akan minta ditraktir. Hukum alam dalam pertemanan.. Mungkin..
" Kacau nih .. Si Ibu Sahla. Gua minta nasi setengah dikasih 1 porsi."
Hira menatap piringnya yang penuh dengan nasi. Ia tidak memperhatikan saat Bu Sahla, pemilik kios nasi padang, menyiapkan pesanannya. Mau minta diganti tidak enak juga.
" Sini. Sebagian buat aku saja."
Tanpa ragu Ben mengambil sebagian nasi Hira dan memindahkan ke piringnya. Piringnya yang sudah penuh tampak semakin menggunung.
" Gila, laper lo Bro?!" tiba-tiba seorang cowo menepuk bahu Ben sambil lalu. Ben tertawa sambil melambai, memberi salam pada cowo tadi yang sepertinya teman fakultasnya.
Hira menoleh ke sekeliling kantin yang mulai penuh. Keramaian yang agak mengurangi rasa canggungnya 'kencan' makan siang dengan seorang cowo yang baru ia kenal 1 hari.
" Ra, ga makan?" tanya Ben membangunkan Hira dari lamunan. Hira tertawa garing dan langsung mengambil sikap doa.
Saat ia membuka mata setelah mengucapkan amin dalam hati, di depannya Ben terdiam. Ia menatap Hira dengan heran sampai kegiatan makannya terhenti.
" Kenapa Ben?" tanya Hira sambil mulai menyuapkan nasinya ke mulut.
Oh, ya ampunn.. Enak banget!! Jerit Hira dalam hati. Kalau yang di depannya adalah Jenny, Hira pasti sudah menempelkan kedua tangannya di pipi sambil menghentak-hentakkan kakinya saking senangnya merasakan rasa rempah nasi padang dimulutnya. Tapi.. Karena yang ada di depannya sekarang adalah Ben, ia berusaha menjaga sikapnya. Apalagi sosok Pamela masih membayanginya.
" Tiap makan kamu berdoa dulu?" tanya Ben, heran
Hira mengangguk ragu, tidak kalah heran dengan pertanyaan Ben. Bukannya semua orang berdoa sebelum makan??
" Memang kamu ga?" Hira balik nanya.
Ben menggeleng sambil tersenyum malu.
Manis banget, keluh Hira dalam hati melihat senyum Ben. Ia pun memaki dirinya sendiri karena terlalu cepat luluh dengan ketampanan Ben. Salahkan cowo itu karena terlalu tampan.
Ya, memangnya siapa yang tidak akan bersorak Hore Lalala Yeyeye.. kalau punya kenalan seorang cowo bertampang oppa tampan di film Korea? Diajak makan bareng pulaaa.. Kenorakkan Hira sepatutnya masih bisa ditoleransi.
" Papi Mami ga pernah ajarin. Kakak saya sih sering ajarin saya, tapi saya malas ikutin. Dulu.... Tapi liat kamu tadi doa, saya jadi mau belajar."
Hira terpesona dengan jawaban Ben. Cowo ini sangat jujur dan polos. Entah dia benar-benar polos atau hanya pura-pura. Setidaknya sejauh ini Hira masih merasa Ben tulus mau berteman dengannya.
" Coba aja, Ben. Tapi, nasi kamu sudah habis."
Mereka menatap piring Ben yang sudah bersih. Ada sedikit bumbu rendang di sana. Ben mengambilnya dengan sendok dan langsung memasukkanya ke mulut.
" Mungkin besok kamu mau ajarin aku doa makan?!"
Hira menelan nasinya dengan susah payah. Dia tidak mau berasumsi tapi kata-kata Ben tadi sudah jelas ajakan kencan makan siang kedua.
Hira mulai ragu. Ia teringat Jenny dan nasehatnya.
Dari tadi mereka hanya membicarakan hal yang tidak penting dan Ben juga tidak terlihat mau mengatakan sesuatu yang lebih serius. Masa iya sih Ben hanya tiba-tiba ingin berteman dengan Hira?? Memangnya apa yang dia lihat dari Hira??
" Ra, belum pesen minum ya?? Aku pesenin ya. Minum apa?"
" Es teh manis aja. Thanks ya."
Ben tersenyum simpul membalas ucapan terima kasih Hira. Wajahnya terlihat bercahaya... Rrrrrr... Ada apa di nasi padang ini? Kenapa gerak gerik Ben membuatnya sedikit mabuk..
π΅π΅π΅π΅
Sambil melahap nasi padangnya dengan nikmat, Hira merogoh hpnya yang berbunyi. Ada notifikasi chat..
Dari Jenny..
Ra, gua minta maaf ya soal di perpus tadi.
Gua yang minta maaf Jen. Harusnya gua ga ngomong kayak gitu ke lo.
Lo masih di kantin. Ra?
Masih nih. Ben lagi beliin minum buat gua.
Dia orangnya gimana Ra?
So far so good. Manis banget tuh anak. Gua agak takut jadi kelepek2 Jen.
Seriuss loo.
Iyaaa... Abis fisik dan daleman sama manisnya. Gua kucing mah ga nolak dikasih ikan.
Weeeww.. Errorr.. Lo. Cari tahu lebih banyak dululah.
Hehehe.. Iya. Iya. Tenang aja.
Thanks ya udah nanya. Gua ga enak banget sama lo tadi.
Iya, Ra. Gua ngerti kok ππ
" Chat dari siapa? Cowo kamu nyariin ya?" Dengan cepat Ben meletakkan es teh manis di samping Hira dan ia kembali ke tempat duduknya.
" Bukan. Gua belum punya cowo. Ini dari sohib gua."
" Ooo.. Baguslah.." Ben tersenyum lebar setelah menyelesaikan gumamannya sementara Hira semakin besar kepala mendengar kata "baguslahh" dari mulut Ben. Apa Ben senang saat tahu Hira masih jomblo??
" Berarti ga akan ada yang marah ya kalau besok aku ajak kamu makan siang bareng lagi?? Sekalian ajarin aku berdoa."
Untung saja Hira sudah menyelesaikan makannya kalau tidak mungkin ia akan menyemburkan nasi di mulutnya ke wajah Ben. Kalimat Ben tadi ajakan paling mustahil yang pernah Hira bayangkan.
Mimpi apa dia sampai ada cowo seperti Ben mengajaknya makan bareng sampai dua kali?? Apa karena mimpi ciuman itu??
Hahhh!! Masa sih Ben jodohnya??!! Tidak! Tidak! Jangan berpikir terlalu jauh. Ben hanyalah teman. Ben hanya ingin berteman.
Hira menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha menghentikan imajinasinya agar tidak kebablasan. Jangan sampai ia jadi korban PHP.
" Jadi, kamu ga mau?" tanya Ben, menyimpulkan gelengan kepala Hira.
" Bukan. Bukan gitu. Maksud gua, gua ga nolak..."
Jiaaahh, Hira menggigit bibirnya. Ia keceplosan menjawab hanya karena merasa tidak enak pada Ben.
" Hahahha kamu lucu ya.." Ben tertawa renyah menerima jawaban Hira yang sebenarnya asal bunyi.
Melihat Ben tertawa, lagi-lagi ia merasa agak terbius. Apa mungkin ayah Ben kaya karena punya pabrik heroin?? Cowo ini membuatnya merasa agak mabuk setiap kali ia tertawa.
" Kalau gitu, besok sekalian nonton mau??"
Hira mengangguk ragu...apakah jawabannya sudah benar?? Benarkah jika ia mengiyakan ajakan kencan cowo yang baru dikenalnya ini??
" Kalau gitu, besok ketemuan di taman jam 12 ya. Kita naik mobilku saja."
πΆπΆπΆ
Sebelum Hira menolak, tahu-tahu hp Ben berbunyi. Cowo itu melihatnya sebentar dan air mukanya langsung berubah.
" Kenapa?" tanya Ben cemas saat mengangkat teleponnya.
" Oh, habis. Iya Mba, nanti aku beli. Ini udah mau pulang. Nanti aku langsung ke sana. Makasih ya."
Dengan cepat Ben memutuskan telepon dan membereskan tasnya. Ia berhenti sebentar memandang Hira
" Ra, thank you ya hari ini. Nanti aku hubungin kamu lagi ya."
Tanpa menunggu jawaban Hira, Ben berjalan dengan cepat ke arah parkiran mobil. Beberapa kali ia menyenggol mahasiswa lain yang sedang wara wiri di kantin. Sepertinya ia ada urusan yang sangat genting.
Dengan pasrah Hira melihat sosok Ben menghilang. Ia ingin menolak ajakan Ben yang akan pergi dengan mobil cowo itu, tapi...
Ya sudahlah. Nanti malam saja ia chat Ben. Semoga dia tidak akan tersinggung.
***
Sawer Hira dan Ben untuk tahu hubungan mereka bakal ke arah mana.