Satu tahun lalu, saya membaca pernyataan A di media tentang anaknya yang tidak keberatan dirinya tidak ikut merayakan wisuda anaknya. Dalam hati saya berkata "Hati-hati, Pak"
Waktu A menggugat cerai V dengan isu orang ke tiga, saya teringat apa yang saya baca di socmed itu lagi. Ditambah dengan surat cintanya pada V, dalam hati cuma bisa bilang "Ooo, iya."
Sebelum berita gugatan cerai A kepada V beredar, saya juga mendapat berita dengan kasus yang kurang lebih sama. Bukan lelaki yang direbut, tapi istri.
Polanya mirip. Suami sibuk. Ga mengisi hati si istri.
Lalu apakah alasan itu dibenarkan untuk menyelipkan orang ke 3? Tentu saja tidak ya. Apa pun alasannya tidak boleh ada orang ke 3 antara suami dan istri.
Tapi dari situ saya menarik benang kalau pria sukses itu resikonya ada 2, selingkuh atau istrinya yang selingkuh.
Diberkati sekali istri yang suaminya sukses tapi tetap setia dan tetap bisa memberi waktu terbaik untuk keluarga.
Berkaca dari kasus di atas dan maraknya cerita pelakor, saya jadi banyak merenung...
Seandainya saya ada di posisi V atau kenalan saya itu, suami ga punya waktu, cuek, ga ngerasa diistimewakan lagi seperti saat pacaran..
Akankahh...
Akankah saya akan mengambil langkah yang sama?? Akankah saya melabuhkan hati saya pada pria lain yang bisa mengisi kekosongan tersebut??
Bayanginnya saja saya takut. Hahahhaa. Karena kita ga pernah tahu besok hati kita seperti apa kan?? Tapi dengan berkaca pada mereka saya mengingat lagi janji nikah yang dulu kami ucapkan "... Dalam keadaan apa pun juga" ga pake kecuali.
Melihat situasi seperti di atas saya makin mengerti kenapa merasa UTUH di masa single lebih penting dari kemapamanan. Makin ngedong kenapa tujuan utama pernikahan bukanlah kebahagiaan tapi keserupaan dengan Kristus.
Baca juga Jangan Menikah Kalau..
Kalau dipikirin makin dalam kadang kepala ini cenut-cenut,
Tuhan, Lasma bisa ga ya setia sama Aki dalam suka mau pun duka. Bukan cuma soal kaya atau pun miskin bahkan mungkin di saat karakter terburuknya muncul..
Ga usah deh berpaling ke hati lain... Bisa ga ya tetap hormat melihat kekurangan-kekurangannya?? Sedangkan kalau ada salah dikit saja saya masih suka ngedumel.
Balik lagi Tuhan ingetin, buat setia, buat tetap cinta semua itu keputusan. Bukan cuma sekedar rasa-rasa. Kalau dirasa-rasa, cinta bisa hilang karena capek ngurusin anak, rumah. Kalau dirasa-rasa, kecewa, lelah bisa jadi alasan untuk ga setia dan meninggalkan.
Semuanya kembali pada keputusan. Mau taat atau ga. Dibangun di atas apakah rasa cinta dan setia itu.
" Duh, gampang sih ngomongnya...."
Iya sih, gampang ngomongnya.. Giliran beberapa tahun ke depan ngadepin situasi ga enak, siap ga yaaaa... Huhuhu...
Tapi minimal Tuhan udah ijinin renungan ini dan dialog ini muncul dalam pikiran dan hati. Seandainya di depan sana nanti saya ketemu tantangan, hikmat dan rhema ini akan jadi bekal untuk saya melangkah ke depan.
Semoga Tuhan selalu menjaga pernikahan setiap orang yang bergantung pada-Nya. Aminn
4 Comments