Dua tahun ini, bisa dibilang tahun yang luar biasa tak terduga buat keluarga dari pihak saya. Banyak hal tidak terduga terjadi seperti bertubi-tubi.
Melihat kedua orang tua saya tetap tenang menghadapi masalah merupakan sebuah mukjizat buat saya. Saya yang jauh dari mereka malah lebih emosional. Marah, kecewa, terluka. Bukan hanya pada situasi, tapi juga diri sendiri yang tidak bisa mengurangi beban mereka.
Kami tidak ada yang sakit saja sepertinya sudah menjadi kabar baik buat mereka.
Setiap kali saya merenungkan yang kami alami, saya teringat saat kami dalam kondisi baik-baik saja. Masih ada masalah, tapi bukan sesuatu yang menggoncang kami begitu rupa. Dalam kondisi tenang itu, ada kebanggan di dalam diri saya. Seperti tunas kecil yang menyembul, berbahagia karena keluarga saya keluarga yang luar biasa. Takut akan Tuhan, orang tua saya diandalkan orang banyak serta dituakan. Nama anak-anaknya saja dikenal di mana-mana (ngartis).
Tapi kebanggan itu tidak hidup lama. Seolah Tuhan tidak mengijinkannya tumbuh lebih besar, Ia malah menginjak dan meremukkannya tak bersisa. Tembok-tembok dalam pikiran saya yang mungkin saya bangun telah lama tiba-tiba ambruk tanpa ampun.
Marah? Tidak. Orang tua saya tidak, tapi saya iya. Kecewa. Kenapa?? Pertanyaan favorit yang jawabannya baru Tuhan perlihatkan malam ini.
2 Korintus 10:5 Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus,
Ayat ini tiba-tiba timbul dalam hati saya.
Kadangg...
Saat kondisi kita baik-baik saja, kita begitu bangga dengan semuanya. Lupa kalau di dalamnya ada campur tangan Tuhan. Kita lupa ada kedaulatan mutlak yang dapat mengambil ketenangan itu kapan saja. Kita lupa kondisi baik-baik saja itu sebenarnya adalah hadiah, anugrah.
Tanpa sadar kita besar kepala. Mungkin tidak terlihat, tapi kalau kita minta Tuhan selidiki... Mungkin... ada kerikil-kerikil yang tidak kita sadari dapat membuat kita terpeleset dan jatuh.
Itulah mengapa, Ia meruntuhkan kebanggan saya pada keluarga. Bukan supaya saya tidak sayang keluarga, tapi supaya saya membangun sukacita saya atas keluarga saya dengan dasar yang benar.
Keruntuhan ini mengajarkan kami untuk memakai pikiran Kristus bukan manusia. Ia ingin kami membangun kebanggaan kami dengan dasar yang benar yaitu, kasih karunia di dalam Kristus. Bukan jabatan, harta, pengakuan, atau pun pujian yang ditulis di atas pasir.
Jadilah rendah hati.... itu yang Tuhan mau.
2 Comments