pixabay |
Masih tergambar jelas di kepala saya beberapa bulan lalu saya duduk di ruang IGD, melihat wanita dan pria berseragam tosca dan ungu seliweran di depan saya. Dengan mulut ditutup masker, mereka bolak balik menghampiri orang-orang yang terbaring lemah di atas tempat tidur pasien. Sesekali mereka kembali ke meja di tengah-tengah ruangan untuk mengecek laporan sambil bercanda bersama teman-teman kerjanya.
Saya ngapain di situ?? Nunggu giliran. Iya, nunggu giliran dapet tindakan. Nunggu giliran sambil "main biola" dan berusaha menghirup udara semampu saya. Sesak napas. Bengek. Asma. Penyakit masa kecil saya kumat.
Semua berawal dari si bocah yang pilek dan asma juga. Puji Tuhan, tindakan memberikan obat lewat nebulizer langsung berpengaruh dan asma Gi segera sembuh. Anehnya, saya yang juga pilek, asmanya ikutan kambuh. Papa Gi mau ga mau harus cuti dan membawa saya ke puskesmas lagi. Saya mendapatkan tindakan yang sama. Napas segera lega dan enak, tapi saat pulang dan minum obat, asma itu kembali lagi bahkan lebih berat. Saya sampai menyerah dan minta suami saya mengantar ke rumah sakit. Ya, akhirnya saya berakhir di ruang IGD RS Pelni.
Saya hanya duduk sendirian melihat orang-orang lemah di atas tempat tidur. Di samping saya seorang anak muda usia 20 tahunan tampak pucat pasi. Nguping-nguping, ternyata dia sudah kena tifus. Selama sakit hanya di kosan sendirian. Kasian. Sakit sendirian itu ga enak.
Suami saya di mana? Di luar. Bersama bocahku. Menunggu di antara orang-orang yang memikirkan sanak-saudaranya yang ada di dalam ruang IGD juga. Dia yang harusnya tidur lelap di rumah, malah menggendong anaknya sambil harap-harap cemas memikirkan istrinya di dalam yang tidak tahu keadaanya bagaimana. Mau masuk juga kan tidak mungkin. Anak mau dititip ke siapa? Ga mungkin ikutan masuk.
Entah berapa lama saya menunggu tindakan. Sesekali saya menengok-nengok keluar berharap melihat wajah suami dan anak saya dari balik pintu kaca. Saya ingin cepat pulang. Ingin cepat sembuh. Kembali mengurus anak dan suami saya. Padahal pekerjaan itu kadang membuat saya lelah dan jengkel juga. Pekerjaan yang tiada habisnya. Tapi saat-saat saya berada di ruang IGD itu, saya tahu pasti, saya harus menjaga diri saya sendiri. Saya tidak mau lagi berada di ruang terpisah dari anak dan suami dalam kondisi yang lemah. Rasanya seperti... tidak berdaya.
Tidak ada enaknya bisa istirahat tapi susah bernapas dan melihat orang-orang tersayang berwajah cemas dan muram. Itu bukan suasana istirahat yang saya inginkan. Sepertinya lebih baik kelelahan daripada melihat kecemasan dan kekuatiran di wajah suami saya yang terbiasa tertawa.
Setelah menunggu lama akhirnya saya mendapatkan tindakan. Selang oksigen dipasangkan. Saya duduk di atas ranjang rumah sakit dengan posisi tegak, bersandar, agar saya tetap bisa bernapas dengan lega. Saya ingin segera sembuh. Itu saja yang berputar-putar di kepala saya.
Antara setengah jam sampai 1 jam saya mendapatkan tindakan dokter dan akhirnya bisa bernafas lega. Puji Tuhannya gratis berkat BPJS (ibu-ibu selalu suka gratisan). Tangan masih gemetar. Badan masih gemetar. Tapi saya keluar dengan antusias. Saya cari dua wajah yang saya kenal. Waktu melihat wajah mereka rasanya Plooonggg...
Kayaknya biasanya tidak melihat mereka berjam-jam saya tidak terlalu kuatir. Berada 2 jam saja di ruang IGD bisa membuat saya sekangen itu. Huhuhuhu.... Saya ingin mereka tahu saya baik-baik saja. Mereka tidak perlu kuatir lagiii.
Melihat kelegaan di wajah suami saya, saya pun ikut lega. Padahal dia sendiri pun kondisinya kurang baik. Dengan kondisi seperti itu, dia masih harus mengurus rumah, menjaga Gi, dan melihat kondisi saya yang lemas sambil berusaha bernapas.
Mungkin dalam keadaan sakit itulah saya bisa merasa kapok sambil mengucap syukur. Kapok ga mau sakit lagi, seribet dan semembosankan apa pun pekerjaan rumah tangga, saya tetap mengucap syukur akan hal itu. Saya tidak mau sakit hanya untuk bisa berlibur dari pekerjaan rumah tangga (hahhaa). Tapi saya juga mengucap syukur, saya bisa melihat Tuhan menempatkan saya di sisi seorang suami yang luar biasa. Saya tidak mendengar keluhan apa pun dari mulutnya, malahan wajahnya tampak sangat cemas luar biasa sampai saya harus menjelaskan berulang-ulang kalau saya tidak apa-apa. Di saat seperti itulah saya bisa melihat sisi romantis suami saya... (saya juga ga mau sakit hanya karna ingin melihat suami romantis).
Semoga tidak perlu ada "konser biola" part 2. Saya sudah kenyang dari kecil "main biola". Cukupkanlah masa itu. Sekarang masa-masa saya melayani suami dan mengasuh anak saya. Ga ada waktu buat sakit. Itu kenapa perlu banget minum vitamin untuk mengembalikan daya tahan tubuh setelah sakit. Dapet rekomendasi dari blogger minum Theragran-M, vitamin yang bagus untuk mempercepat masa penyembuhan. Mungkin nanti mau dicoba, apalagi masa-masa musim hujan seperti ini.
Mertua dan adik ipar juga sedang masa penyembuhan, mungkin bisa direkomendasikan juga :D
Mertua dan adik ipar juga sedang masa penyembuhan, mungkin bisa direkomendasikan juga :D
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh Blogger Perempuan Network dan Taisho."
"Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh Blogger Perempuan Network dan Taisho."
18 Comments