Pernah ga dapet
masalah bertubi-tubi? Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, nyium kotoran kuda
dan kecipratan lumpur pula. Hahahha. Tragis banget. Pernah? Pernah? Rasanya
seperti Tuhan sedang menghukum kita dengan sangat luar biasa. Sampai
nyari-nyari, salah aku apa Tuhan? Dosa aku apa?
Kadang kita
berpikir mungkin kita memang layak mendapatkannya, tapi kadang di sisi lain,
kayaknya masalah itu ga patut kita dapatkan.
Kadang kita ingin menjerit keras pada Tuhan supaya angkat beban itu
supaya kita tidak sesak dan merasa terhimpit lagi. Kadang kita merasa kita
terlalu cengeng karena masalah kita sebenarnya tidak seberapa dibanding masalah
orang lain.
Aishhh galau
tingkat tinggi. Antara mau jujur sama Tuhan atau berusaha belajar bersyukur dengan
setiap keadaan *jambak-jambak rambut.
Setahun ini saya
merasakan hal seperti itu. Bertanya-tanya apakah Tuhan sedang menghukum saya
atau sedang mengajar saya?? Masalah ga berhenti datang. Ibarat lari estafet.
Yang satu selesai, datang masalah lain. Ga jarang tongkat estafet itu lebih
dari satu.
Dari yang
jambak-jambak rambut, sampai bilang “Yah, sudahlah.” Seperti kenyang dengan
masalah. Hahahha. Bingung juga, itu saking percayanya sama Tuhan atau pasrah
terserah Tuhanlah mau ngapain.
Tapi makin ke
sini makin ngerti satu hal, Tuhan mungkin memang menghukum, atau lebih tepatnya
kita menabur apa yang kita tuai. Taburan hal-hal buruk yang membuat kita menuai
penderitaan. Tapi, ada maksud baik Tuhan mengijinkan semua itu terjadi.
Dalam masa-masa “penderitaan”
itu, sadar ga sadar karakter saya terbentuk. Ada karakter dan kebiasaan baik
yang mulai saya bangun. Lantaran kapok. Kapok dengan akibat-akibat dari
tindakan di masa lalu. Aku jadi lebih matang dan dewasa. Lebih sedikit menghakimi
dan lebih banyak bertindak untuk perubahan, minimal perubahan diri sendiri.
Aku orang yang
malas berubah. Benar-benar nyaman dengan diri sendiri. Bahkan cenderung akan
naik darah jika ada yang menyenggol pondasi dan pemikiran yang sudah saya
bangun.
Masalah yang saya
alami sering kali mengobrak abrik pondasi itu. Tuhan seperti memperlihatkan,
betapa rapuh dan buruknya pondasi yang saya bangun. Pondasi yang saya pikir
berdasarkan kebenaran Firman Tuhan ternyata kumpulan kesombongan yang tidak
saya sadari terpelihara di dalam diri saya.
Proses
meruntuhkan dan membangun kembali ini memang sangat menyakitkan, menyesakkan,
ga jarang bikin pengen menyudahi hidup saja. Tapi, ternyata saat menyadari apa
yang Tuhan mau ajarkan, ada kemerdekaan di sana. Ada kelegaan. Saya jadi lebih
mudah berempati, saya lebih dengar-dengaran pada Tuhan, saya lebih mendengar
dari pada berpendapat, lebih melihat sudut pandang Tuhan.
Kita ga akan
pernah tahu Tuhan akan bawa kita ke mana, sejauh apa dan bagaimana akhirnya.
Tapi yang pasti, kesetiaan , itu yang Tuhan mau. Setia menyenangkan hati
Tuhan.. Ga mudah. Bukan berarti tidak bisa. ^^
Semangaaattt!!
Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah! Wahyu 3:19
0 Comments