Sejak berhenti dari pekerjaan yang lama
saya belum mendapat pekerjaan yang baru. Berharap sih sebenarnya bisa
menghasilkan uang dengan bekerja dari rumah, tapi belum kepikiran mau jualan
apa.. Yang ada malah OL tiap hari sambil beres-beres rumah dan main games
(nikmatnya duniaaa..akakaka).
Yah,biar begitu
segala sesuatu ada enak dan ga enaknya. Kenapa? Karena saya harus mengatur
keuangan dari gaji aki dengan sangat hati-hati. Gimana caranya supaya aki tetap
bisa dapet gizi yang terbaik dan juga ga kurang rekreasi. Paling penting,
JANGAN SAMPE GA PERPULUHAN. Soal tetap perpuluhan ini emang bener-bener
ngebunuh daging biar tetep setia dan percaya sama penyertaan Tuhan.
Tadi pagi,
tepatnya tadi subuh, saya terbangun dan melek, teringat bagaimana harus
mengatur keuangan. Sampai tanggal sekian masih ada uang sekian dan harus cukup
untuk sampai Aki gajian lagi. Ujung-ujungnya berkeluh kesah sama Tuhan dan
nyalahin diri sendiri karena berhenti bekerja. Ga bisa tolong Aki soal keuangan
dan nambahin beban di bahu dia.
Sampai bangun
pagi, mood saya masih buruk. Ga bisa senyum, melow, dan bawaan lemes. Bikin sarapan seperti biasa dan
nunggu Aki selesai mandi, ngeluh lagi sama Tuhan dan Tuhan ingatkan sebuah
kalimat.
“ Sukacita di
dalam kesusahan akan bisa kamu nikmati berlipat kali ganda daripada sukacita di dalam
kenyamanan.”
Waktu diingetin
soal itu jadi nangis lagi. Memang sukacita yang akan paling lama kita ingat
adalah sukacita yang tetap timbul dalam hati di tengah-tengah kesulitan. Saat
ini yang perlu saya lakukan hanyalah mengucap syukur dan melihat hal-hal yang
saya telah terima. Suami yang sehat, tetap bisa makan dan minum, tempat tinggal
yang nyaman.
Puji Tuhannya,
lewat tantangan yang Tuhan ijinkan ini, saya lebih menghargai setiap berkat
kecil yang Tuhan berikan. Menghargai
pengorbanan dan kerja keras Mama saya waktu dulu mengatur keuangan keluarga
(terima kasih Tuhan untuk teladannya) dan kondisi dia waktu itu mungkin saya tidak akan bisa bertahan seperti dia.
Yang saya percaya juga, tantangan ini menempa saya dan Aki untuk jadi
orang yang tetap rendah hati dan tidak gelap mata atas kemilau harta dan kenyamanan. Ya, kenyamanan kami di masa-masa dulu tidak bisa kami nikmati lagi saat ini. Ya, kebebasan kami menggunakan uang 'semaunya' tidak bisa kami nikmati lagi seperti dulu. Mungkin kalau ga mengalami seperti ini, kami juga jadi ga belajar. Rasanya seperti diajar Tuhan lewat latihan yang keras.
BTW, sebelum
nikah teman-teman komsel Papa & Mama
mertua sempat mendoakan kami dan waktu salah satu kakak yang mendoakan kami,
saya diingatkan untuk tidak fokus pada apa yang tidak saya punya. Tidak fokus
pada menimbun harta dan berusaha menjadi kaya. Waktu mengalami ini saya semakin
mengerti maksudnya.
Memang sebelum
menikah saya sudah membayangkan yang terlalu jauh. Nanti bisa punya rumah ini
punya mobil itu ..bla...bla...bla... Yang sebenarnya tanpa rumah besar atau
mobil pun kami masih bisa hidup. Tuhan ingin saya membangun sebuah keluarga,
bukan sebuah rumah. Rumah hanya sebuah bangunan dan akan habis dimakan usia,
tapi keluarga adalah tempat dimana suami bisa pulang dengan merasa aman dan nyaman, anak-anak akan bertumbuh dengan baik. Keluarga adalah tempat
ditentukan akan seperti apa mereka nantinya.
Tantangan baru
untuk seperti istri baru seperti saya, tapi kasih karunia Tuhan selalu cukup. Selalu
cukup dan tidak akan pernah berkesudahan. Amin.
Bersukacitalah senantiasa! Tetaplah berdoa! Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. 1 Tes 5 : 16-18
0 Comments