Pulang
dari Ubud, Pak De membawa kami mencoba kopi luwak Bali. Bukan di coffee shop
atau pun warung kopi, tapi di dekat sawah-sawah. Kami disambut seorang Mba
dengan senyum ramah dan kami diajak melewati beberapa kebun rempah-rempah.
Dengan lembut dan sabar ia menjelaskan mereka menanam apa saja. Dari jahe,
kunyit, kopi, coklat, sere, dan banyak lagi. Ga jauh dari kebun-kebun ada
seperti bale-bale seorang ibu lagi ongseng-ongseng biji kopi. Di situ Mba
menjelaskan kalau kopi mereka diolah dengan cara tradisional (apinya pakai
arang, bahannya ditumbuk dan disaring manual). Ga cuma kopi, tapi juga teh dan
minuman-minuman herbal lainnya.
Setelah
melihat-lihat kami dipersilahkan duduk di bangku-bangku seperti di warung kopi
hanya saja tidak ada tembok. Kami bebas melihat pemandangan sawah yang luas.
Mba tadi mengatakan akan menyuguhkan minuman produk mereka (di cangkir kecill)
dan kalau kami mau, mereka akan menyuguhkan kopi luwak dan membayarnya dengan
harga hanya Rp.50.000. Mumpuuunggg … harganya Cuma 50rebeng, saya dan Aki
langsung memesan dua cangkir. Untungnya minuman yang lain gratisss :p.
Kopi
luwak itu rasanyaa…. Beda. Karena bukan seniman kopi, saya ga terlalu tahu
bedanya :p. Yang dirasa cuma pahit.. Ekekkeke. Selesai minum kami diajak ke
minishop mereka yang menjual berbagai produk olahan mereka. Ada kopi pastinya, teh,
juga coklat. Saya dan Aki tergoda membeli oleh-oleh. Mungkin terbawa suasana,
akhirnya kami membeli 2 kopi luwak (100g) untuk Papa dan Papa mertua. Juga kopi
gingseng dan teh jahe buat kami sendiri. Kalaaappp… Di luarg budget oleh-oleh..
T.T.. gpp…buat oleh2 ini :D
Dari
ngopi, kami lanjut beli oleh-oleh di Krisna. Nah, selama di perjalanan ini saya
dan Aki banyak mendapat penjelasan dan perhemaan dari cerita Pak De. Orang Bali
itu sangat taat beragama. Agama Hindu yang mereka anut dengan Hindu yang orang
India anut itu berbeda. Kalau orang Hindu India bisa langsung berdoa kepada
para dewa, sedangkan orang Bali mereka harus menyelaraskan diri dulu dengan
alam dan sesama baru setelah itu mereka baru bisa mendekat pada dewa-dewa.
Mereka menekankan filsafah kalau semuanya saling membutuhkan, manusia dengan
alam, manusia dengan sesama. Itu mengapa mereka selalu memberikan sesajen bunga
dan dupa setiap pagi di depan rumah. Untuk diberikan pada alam dan juga
mengusir roh jahat.
Saya
dan Aki menangkap pesan yang dalam dari penjelasan Pak De. Intinya kita tidak
bisa bilang kita tahu Tuhan atau mengenal Tuhan dengan mengabaikan hubungan kita
dengan sesama kita. Maksudnya, ada satu filsafah mereka yang mengatakan kalau
mereka tidak akan memaksakan kehendak orang lain. Semua orang punya keinginan
dan punya kemauan, tugas sebagai sesama hanya mengingatkan karena pada akhirnya
perbuatan mereka akan mendapat karmanya. Kami menangkapnya sebagai hukum tabur
tuai.
Sebagai
orang Kristen kadang-kadang saya sendiri sering memaksakan pendapat saya,
menganggap diri saya dan pandangan saya benar. Cara saya benar, cara kamu
salah. Beberapa bulan ini saya merenungkan, kalau tidak ada cara yang saklek.
Tidak ada aturan dan tata ibadah yang saklek. Bagaimana kamu harus bangun
hubungan tidak ada yang saklek. Bagaimana kamu memperlakukan orang lain,
mengajar anakmu, atau menghadapi atasanmu. Tidak ada yang saklek. Tapi ada satu
yang pasti
Kasihilah Tuhan Allahmu dan kasihilah
sesamu manusia. Dua aturan pasti
yang tidak perlu kita batasi dengan aturan-aturan lain yang malah membuat kita
menghakimi orang lain dan membuat kasih kita jadi terbatas. Semua orang punya
kehendak bebas. Punya keinginan dan pilihan masing-masing. Tugas kita??
Mengingatkan tanpa menghakimi.
Dia
pindah gereja karena cewenya, so what?? Doakan supaya ia bertumbuh semakin
dekat dengan Tuhan.
Dia
meninggalkan pelayanan dan katanya mau fokus dengan keluarganya.. Lalu??
Bukankah itu juga sebuah pelayanan??
Dia
tidak banyak bicara dan tidak terbuka. Jadi?? Terimalah dia apa adanya.
Dia
tomboy dan tidak bisa bersikap lemah lembut. Ya?? Bukankah selalu ada masa lalu
dibalik seseorang?? Apakah menjadi tomboy adalah dosa??
Buat
menyingkirkan pikiran-pikiran yang jauh dari kasih itu susah. Susaaahhh sekali.
Untuk membiarkan Tuhan bekerja bebas di pikiran dan hati kita itu susaaahh
sekali. Terkadang semakin saya banyak membaca buku, semakin saya terbatas.
Bukan salah bukunya, tapi sikap saya yang salah karena saya tidak menempatkan
diri saya sebagai pribadi yang unik bahwa buku hanya menjelaskan prinsip bukan
aturan baku yang mengatakan kalau saya harus punya hidup yang sama dengan apa
yang dikatakan penulis.
Semakin
saya ingin sempurna, semakin saya mudah menghakimi dan memasang aturan di wajah
saudara-saudara saya. Seiman atau pun tidak seiman.
Jadi,
waktu dengar penjelasan Pak De saya dan Aki mendapat peneguhan untuk tidak
membatasi kasih dengan segala sesuatu yang tidak esensi. Yang membatasi kasih
kami sendiri untuk orang lain. Kami seperti mendapat siraman rohani. Tapi tentu
saja kami berhati-hati karena ada garis yang berbeda. Pandangan Pak De
cenderung pada new age, sedangkan
kami menangkap pesan Tuhan untuk membuka pikiran kami pada banyak hal. Banyak
hal yang sudah dan akan Tuhan kerjakan
bukan hanya di dalam tembok gereja dan komunitas Kristen, tapi di luar juga. Di
wihara, masjid, di tengah perang, atau dimana pun juga. Mengasihi dengan hati
yang luas, pikiran yang luas, dan pandangan yang luas. Tuhan bisa bicara pada
kita dimana saja, kapan saja, dan lewat siapa saja (sekalipun pesan itu bukan kotbah atau perkataan yang rohani).
Paling penting lagi, Tuhan mengasihi semua orang, tidak terkecuali.
Pokoknya
perjalanan kami di hari kedua itu benar-benar terisi dan membuat kami ‘kenyanggg’.
Ga menyesal bayar mahal untuk tur. Hahahahah.
Nah,
sampai di Krisna kami beli beberapa kaos dan makanan khas Bali. Ga banyak, tapi
lumayan. Apalagi kaosnya hehehhe… Waktu kami ke Joger, ternyata kaoas-kaosnya
ga selucu di Krisna. Ga nyesel sih ga beli apa-apa di Joger.
Sampai
di Hotel kami langsung memberikan sedikit persembahan kasih buat Pak De. Perjalanan kami benar-benar
berarti berkat Pak De. Kayaknya uang yang kami keluarkan ga seberapa dehh
dengan apa yang sudah Pak De berikan selama perjalanan. Kami sangat puas dengan
pelayanan Pak De. Waktu pisah juga rasanya agak-agak sedih sih..hueee…
Cerita
selanjutnya ya tentang sakit pinggang saya yang sudah saya tulis di sini.
Ngomong-ngomong,
kami ke Bali tapi ga pernah berenang sekali pun -.-. Ada ke pantai dua kali.
Yang ke Kuta pagi-pagi cuma duduk-duduk di atas pasir, foto-foto, nontonin
anjing Bali main, sambil kakak kikik ngomentarin orang-orang yang lewat.
Mungkin ada next ke Bali dan kudu
berenang :p.
obsesi pewayangan.. halah |
kesannya di pantai cuma bedua, padahal rame. Masih pagi sih lumayan sepi. |
ini dua anjing yang jadi hiburan kita :D |
Akakkaka...ga pnting banget |
Buat yang bakal ke Bali n mau ambil tur boleh hubungin Pak De
AMERTA Transport
I.Dw.Gd.Winata, S.E.
Hp. 08123923530
Flexy 0361-9135630
Perum Buana Mas Indah Blok A, 14 Jl. Buana Raya.
Dia recommended Tour Guide daaahhh!!
7 Comments