Semangat!! Antusias!!
Menggebu-gebu dan tidak sabar ingin cepat berangkat, itu yang saya rasakan saat
menjelang hari untuk waktunya jalan-jalan ke Bali – alias – Honey Moon …
Maaf kalau saya norak
dan kampungan. Ke Bali aja kok heboh amat. Yaaaa, dikarenakan saya dan keluarga
tipe yang ga pernah jalan-jalan jauh – selain melintasi pulau sumatra untuk
sampai ke Tanah Toba, kami tidak pernah berwisata ke tempat lain. Yogya aja tidak
pernah, apa lagi Bali.
Nah, Aki juga ga jauh
beda dengan saya. Belum pernah ke Bali, tapi dia lebih maju sedikit.. Sudah
pernah ke Yogya beberapa kali. Sekali sama rombongan teman-teman komsel, 2 kali
acara dari kantor. Ampe cinte mati die sama Yogya.
Acara bulan madu ini
berawal dari inisiatif Aki buat cari paket bulan madu yang murah meriah.
Tadinya saya pikir bulan madu tidak perlu-perlu amat, tapi setelah baca di buku
BPN “bulan madu tidak boleh ditunda” –
saya mulai berpikir ulang. Bulan madu harusnya bisa jadi reward dan quality time buat saya dan Aki karena
sudah melewati masa pra –nikah yang kayak layang-layang—tarik ulur—kudu sayang
tapi ga boleh terlalu sayang (pokoknya ga membanjiri pasangan dengan kasih
sayang yang belum waktunya) , karena sudah lulus menjaga komitmen kami untuk
pegang prinsip ciuman pertama kami kudu di depan Allah, Keluarga, dan Jemaat—setelah
resmi tentunya :D.
Jadi,
akhirnya saya sangat antusias bulan maduuu.. Hohohoo..
Ada
kejadian lucu selama kami mempersiapkan bulan madu. Kami mencari-cari
penginapan di internet. Karena kami pasangan yang modis (modal diskon), kami searching
kupon murah dari Disdus. Cari-cari… Ketemulah Sandat Legian Bali. Dengan
harga yang sangaaattt murah, kami bisa menginap 3 hari dua malam. Fasilitas
yang di dapat juga lumayan. Kamar ber AC, kamar mandi yang luas, tivi, kolam
renang, dan sarapan pagi. Waaahhh.. udah kebayang dah nyamannya menginap di
sana.
Besoknya,
Aki langsung membooking 2 kupon untuk 3 hari 2 malam. Saya semakin bersemangat
dan antusias. Ga sabar buat jalan-jalan ke Balii.
Malam
harinya, saat saya main ke rumah Aki, kami mengecek lagi kamar di Sandat Legian
itu seperti apa. Waktu kami buka halaman web. JDEEEENGGG!!!
Ada
yang salah!!
Kami
memesan kamar standar, tapi kamar yang sebelumnya kami lihat dan yang kami
pikir kamar standar, ternyata kamar delux. Semua fasilitas yang kami bayangkan
akan membuat kami nyaman, ternyata fasilitas untuk kamar delux. Sedangkan kamar
standar adalah kamar berukuran kecil, kamar mandi kecil, dan hanya ada kipas
angin. Kipas anginn lohhh yang ditempel di tembok. Mungkin mereknya Cosm**. Kayak kamar hotel melati :p.
Kriiik..Kriiikkk…
Saya dan Aki waktu itu sampe bengong dan ga percaya dengan kenyataan yang kami
terima *halah. Kok bedaaa… Aki sampai pengen jual kupon itu dan cari hotel yang
lebih bae…
Ini yang Delux |
Bandingan dengan yang Standar. Akakakka..gimana ga shock. |
Saya
bilang gpp. Emang lucu kaaann!! Udah happy2, tau2 ternyata kita jadi kurang
cermat saking semangatnya. Untung nyadarnya saat itu. Coba kalau saat sudah di
Bali. Mungkin kita cuma bisa berdiri bengong di depan kamar. Tiap inget
kejadian ini ulu hati saya terasa geli. Udah hore-hore, tau-tau langsung lemes
liat kamar yang salah liat.
Yah,
apa pun kamarnya..Yang penting kebersamaannya :D. Puji Tuhannyaaa, sampai di
Bali ternyata kita dikasih kamar Delux oleh pihak hotel. Hohohoho… Hadiah lagi
dari Babe. >.< .. Walaupun memang ga sebagus yang kita harapkan, tapi ini
penginapan emang nyaman banget. Di ada di tengah-tengah lingkungan Legian yang
super ramai (apalagi menjelang tengah malam @_@), tapi berasanya kayak di desa.
Tenang dan nyaman.
Begitu
beres-beres barang di kamar, saya dan Aki langsung sewa motor buat jalan-jalan.
Daerah yang pertama kita kunjungi… TANAH LOT -.-… Jam 11 siang.. Panas..
Terikkk… Langsung sunbath di atas
motor. Untungnya sudah jaga-jaga beli sunblock.
Bali.. Ga jauh beda dengan Pulau Jawa. Warnanya, jalannya, udaranya, yang
bedain banyak pura, anjing, dan kita bisa nemuin orang berbikini naik motor di
Bali :D. Oh iya, kami merasa di Bali lebih banyak bule daripada orang lokal :p.
Dengan bermodalkan GPS, sampailah kami di Tanah Lot. Kami langsung ke objek utama, dua pura yang ada di atas batu
karang. Air laut sedang pasang jadi saya dan Aki tidak bisa foto-foto terlalu
dekat dengan pura yang ada di tengah karang. Saya juga baru tahu di Bali ada
Karang Bolong (Lasma—Noraaakkk).
Karena
waktu yang terbatas, ga banyak yang bisa kami lihat di sini. Puranya juga ga
boleh dimasuki (hikss—padahal penasaran). Selain ramai, agak ga tahan dengan
panas juga :D (emang ngarepin sepi dan bersalju??)
Sebelum
pulang, kami makan siang dulu di salah satu rumah makan khas Bali. Apa yang
kami pesan, sudah pastilah masakan khas Bali. Ayam betutu. Rasanyaaa?? Enak
(tapi ga pake banget :p). Kenyang luar biasa karena lauk dan nasinya
banyaaakkk. Belum lagi kami pesan kelapa muda. Begahhhh dah.
Sebenarnya,
saya sendiri lebih menikmati Bali pada saat dalam perjalanan. Kanan kiri sawah
yang hijau, toko-toko yang menjual hasil seni patung, lukisan, kerajinan (bikin
penasaran). Pura-pura yang ada di setiap rumah atau sesajen yang diletakkan di
depan pintu. Pengen tahu banyak, tapi kalau pun disuruh bertanya, ga tahu mau nanya
apa. Nah, yang bikin semangat dan senang bangeeettt.. Rasa penasaran itu
terjawab keesokan harinyaaa.
Jadi
malam pertama di Bali, kami akhirnya memutuskan untuk memakai jasa tour. Dengan
harga yang bikin agak parno. Mahal, tapi takut ga memuaskan, kami ambil resiko.
Besoknya Pak De (I Dw. Gede. Winata, S.E.), yang menjadi tour guide sekaligus jadi
supir kami sehari penuh.
Perjalanan
dimulai dari nonton pertunjukkan Barong di Batu Bulan. Harga tiket Rp.100.000
.. @.@ (setara dengan nonton teater Koma di Gedung Kesenian Jakarta kalau waktu
weekend..haikk). Walaupun ga ngerti bahasanya, tapi minimal ngerti jalan
ceritanya, bisa melihat lebih dekat juga nilai-nilai budaya Bali, juga seninya.
Di pertunjukan itu baru ngerti arti larak-lirik mata penari Bali itu ternyata
sedang mencari sesuatu. Huehehhe… Kalau masih bocah kan mikirnya asal bisa
matanya kayak penari Bali, berarti hebat *halaahhh..
Puas
menonton pertunjukkan barong, Pak De membawa kami langsung ke daerah Kintamani.
Perjalanan cukup jauh. Di mobil saya bangun-tidur berkali-kali, sementara Aki
terus asik ngobrol dengan Pak De tanya ini dan itu (Aki duduk di depan-samping pak kusir, makanya bebas ngobrol).
Pak
De membawa kami ke sebuah tempat makan di daerah Gianyar. Tempat makannya itu
tersembunyi di antara toko-toko souvenir. Turun sedikit melewati tangga yang
super curam dan kita akan kaget, karena ternyata di tempat yang sempit ada
rumah makan yang langsung menghadap ke pematang sawah. Sawahnya ga
tanggung-tanggung, sawah terasering yang hijau dan bikin mata segerrr.
Perut
sih sudah laparrrrr dan liat orang pada makan lesehan bikin ga betah
berlama-lama di sana. Naga udah minta makan dan ngamuk-ngamuk. Setelah foto
beberapa kali, kami langsung berangkat, lanjut ke Kintamani. Ngomong-ngomong
kalau mampir ke tempat makan ini lagi, lebih baik turun ke sawah dan naik ke
atas bukit lalu ambil foto rumah makannya. Daripada foto dengan latar belakang
sawah karena sawah itu bukan hal yang mewah
kalau di Indonesia. Yang bikin Wah
itu kan rumah makan di pinggir tebing kecil dengan menghadap langsung ke
pematang sawah. Di bawahnya?? Lumayan sih kalau jatoohh. Kayak jatoh dari rumah
tingkat 3.
Di
perjalanan ke Kintamani, mata saya segar disuguhi pemandangan kebun jeruk di
kanan kiri jalan. Noraaakkk lagiii… Ga pernah lihat pohon jeruk berbuaahhh
(saya pecinta jeruk saudara-saudara!!). Pengen banget minta Pak De berenti biar
bisa metik beberapa jeruk, tapi ga nyesel karena ternyata jeruknya memang ga
manis :p.
Sampai
di Kintamani, Pak De langsung membawa kami ke rumah makan yang langsung
menghadap ke Gunung dan Danau Batur. Waktu melihat pemandangannya, saya cuma
planga plongo dan bilang ke Aki ga nyesel dengan biaya tour yang cukup bikin
parno. Puasss bangettt liat pemandangaannyyaaa (walau ga puas dengan
makananya). Pemandangannya ga bisa diabadikan dengan foto. Rasanya kayak
berhadapan dengan gunung besar atau raksasa besar. Sisa-sisa dari meletusnya
Gunung Batur juga masih kelihatan. Ga pengen pulang deh antara senang, terharu,
dan terkagummm…
Kami
cukup lama ongkang-ongkang kaki di rumah makan itu sambil menikmati pemandangan
(ga puas-puas liatnya – pengen turun dan mendaki gunung—ngacoo). Ninggalin
rumah makan itu juga dengan perasaan masih ga puas, tapi karena perjalanan tur
kami masih lama, mau ga mau ya cabut dehhh.
Dari
Kintamani kami lanjut ke Ubud – Monkey Forest. Sebenernya agak ga mau juga ke
tempat ini. Trauma. Dulu waktu bocah pernah dijambak monyet ekor panjang dan
sejak itu benci banget sama monyet. Tapi ga mungkin kabur juga. Akhirnya
memberanikan diri dan jalan-jalan deh di sekitar hutan belantara itu.
Aki berani foto-foto dengan monyet, sedangkan saya didekati saja sudah mau
lari. Yang menarik perhatian saya hanya sungai kecil yang airnya masih jernih
sampai warnanya cenderung menjadi biru atau hijau. Di Jakarta atau Cilegon
sungainya kalau ga coklat ya hitam. Nemu sungai bening cuma waktu ke Sumatra.
Airnya beningg. Jadi maksa aki foto..akakka |
Percayalah, gw cuma jongkok. |
ibu-ibu arisan kutu |
Agak
terhibur waktu dapet foto-foto Aki bareng monyet dan momennya lucu-lucu.
Yumayan buat kenang-kenangan :d.
Bersambung ke SINI
Akakkaka, pas bener dahhh |
Bersambung ke SINI
3 Comments