Marhusip (Bisik-Bisik)

Eh, udah lama ga nulis ya. Terakhir cerita tentang ini. Sekarang mau cerita tentang 1 hari di hari Sabtu, tanggal 22 Juni 2013. Ada acara apa ya? Aki lahir baru.. halah..Lahir baru sebagai warga Batak. Keluarga besar Simamora. Simamora Debata Raja.

Acaranya lumayan lama, dari jam 12 sampai jam 4 sore. Mulai dari pengantar, penyerahan Aki ke keluarga Bou (sepupu perempuan ayah), makan-makan (ikan mas utuh dimasak arsik buat Aki dan babi utuh dimasak saksang-sipanganon na tabo untuk keluarga Simamora), sepatah dua patah kata dari semua keluarga Simamora (nasehat), sampai haha hihi.

Waktu acara Aki diberi marga itu, saya tidak boleh ada di tengah-tengah acara karena saya belum bagian dari keluarga Simamora. Yang lucu waktu saya mau ke dapan karena disuruh salah satu Bou, Bou yang lain langsung melarang saya dan saya langsung dinasehati, “ Yang sabar ya. Belum waktunya kamu di situ. Nanti kalau sudah jadi menikah kalian, barulah boleh.” Aihhh..Gubraxx..Malu banget. Kesannya saya tidak sabaran. Padahal saya tahu memang tidak boleh disitu – sudah diajarkan Papa Mama soal kapan boleh ditengah-tengah acara atau kapan di belakang saja, bantu-bantu – karena bingung malah jadi salah.

Selama nungguin Aki dikasih marga, di belakang saya marhobas (bantu beres-beres) dan ikut ngerumpi dengan ibu-ibu yang lain. Yang sudah pasti juga saya kena wawancara dadakan. Pertanyaan yang sama berulang-ulang ditanyakan, “ Halak dia (orang mana)?”, “ Kerja dimana?”, “ Kenal dan ketemu di mana?” dan berlanjut dengan cerita kenalan atau keluarga mereka yang menikah atau kenal dengan manado juga atau bukan batak. Dengar cerita mereka saya lega, karena ternyata keluarga Batak tidak lagi seketat dulu. Pandangannya sudah lebih terbuka, walau mereka memang masih tetap kekeuh dalam melaksanakan adat istiadat.

Sambil cerita-cerita, saya juga mendapat wejangan untuk terus menuntun Aki belajar adat Batak. Padahal kalau mereka mau tanya-tanya dan tes kami berdua, Aki malahan lebih banyak tahu. *malu juga sih…

Yang lucunya ada salah satu Bou mengingatkan saya untuk membawa Aki ke acara-acara adat, dan kalau Aki tidak mau, ancam saja cerai… Waktu itu saya cuma bengong terkagum dengan omongan Bou itu. Tapi saya tertawa saja dalam hati karena saya tahu, Bou ini tidak benar-benar serius dengan kata-katanya. Kalau pun dia di posisi saya, saya tidak yakin dia akan benar-benar melakukannya. Akakaka.. Maklum, orang Batak terkenal jago bicara :D

Selesai pemberian marga, kami langsung pergi ke rumah saya untuk marhusip (tawar menawar mas kawin). Jadi acara pemberian marga itu di rumah orang tua yang baru di Serang, sedangkan rumah keluarga saya di Cilegon. Lumayan perjalananya, paling cepat setengah jam.

Sampai di rumah saya, kami semua istirahat dan mandi dulu. Yang bikin tidak enak, di saat itu ashma saya malah kambuh. Untungnya tidak terlalu berat, tapi tidak kuat juga dengan asap rokok para bapak-bapak. Untungnya juga sudah bawa obat yang biasa saya pakai.

Marhusip itu apa ya? Seperti yang tadi saya bilang, seperti bisik-bisik membicarakan sinamot (mas kawin). Kalau dengar dari cerita Papa, antara keluarga bisa melebih-lebihkan angka mas kawin, tapi ujung-ujungnya tidak seberapa. Misalnya si keluarga wanita minta lima kerbau, keluar pria bilang, “ Gampanglah itu! Kami berilah lima kerbau, tapi… Kami Cuma punya talinya dulu. Kerbaunya menyusul yaa.” Seperti itu dan keluarga perempuan pasti menerima karena sebenarnya mereka sudah tahu. Jadi biar keliatan kerena saja…akakkaka..

Selama acara saya lebih banyak di kamar orang tua saya sambil menjaga dua keponakan saya (miss them so muchhhh). Saya keluar hanya pada saat dipanggil saja, misalnya pada saat mereka memastikan siapa yang sebenarnya dilamar. Dialognya kira-kira seperti ini;

Parhata : Jadi, kamu datang untuk melamar anak kami perempuan? Tapi ada dua-nya

anak perempuan di rumah ini. Yang mana-nya yang ingin dilamar?

Keluarga Simamora : Si nomor dua, si Lasma.

Parhata : Mana dulu si Lasma, panggillah dulu ke sini. (salah satu dari keluarga besar

Manullang langsung memanggil saya supaya keluar dari kamar).

Saat keluar dari kamar saya miss komunikasi lagi. Ada saudara yang bilang duduk di dekat keluarga Aki. Saya berjalan ke arah situ dan langsung beberapa orang menyoraki saya tidak boleh ke situ. Blushh!! Maluu, kesannya ga sabaran banget. Sambil cengengesan saya mengikuti arahan saudara untuk duduk di area keluarga Manullang.



Parhata : Ininya si Lasma. Yang inikah yang ingin dilamar?

Keluarga Simamora : Betul yang itu.

Parhata : Lasma, adek kami. Ini keluarga Simamora datang jauh-jauh untuk melamar.

Maunya kamu sama Gerry?

Lasma : *ngangguk-ngangguk doang sambil cengengsan.



Nah, tugas saya yang pertama hanya sampai di situ. Saya kembali ke kamar dan menunggu di panggil lagi. Selama di kamar saya tidak tahu mereka membicarakan apa. Tenang-tenang saja sambil nyanyi dan menari Row Row Sugar Baby bareng ponakan.

Saat tiba panggilan ke dua, saya keluar sambil cengengesan lagi. Kali ini lebih panjang karena mendapat wejangan dari para tetua. Sebagian besar intinya bilang seperti ini, “ Jangan lagi melihat-lihat yang lain. Walau pun di luar sana ada yang lebih cantik atau lebih ganteng, cukuplah yang paling cantik si Lasma ini dan yang paling ganteng si Gerry ini.”

Ada juga yang bilang, “ Tadinya saya ga setuju karena mau saya jodohkannya dia ini sama anak saya. Tapi yaaa.. Sudahlah. Yang penting jangan kecewakanlah keluarga besar kalian ini. Cukuplah melihat satu arah saja.” Saya dan Aki cuma bisa ketawa-ketawa geli mendengar wejangan-wejangan dari orang-orang tua kami.

Selesai mendapat wejangan, saya kembali ke kamar lagi dan menunggu acara sampai selesai. Kembali lagi bermain dengan ponakan-ponakan tercinta sampai puas.

Waktu acara selesai, tahu-tahu Tante menarik Mama dan menunjukkan sesuatu. Ternyata tadinya Tante mau memberikan sesuatu pada saya sebagai pengikat antara saya dan Aki, tapi karena tidak tahu jedanya dimana, akhirnya tidak jadi. Hahhahah…

Waktu melewati acara ini, saya sedikit banyak bertambah mencintai adat batak. Memang sih tidak setuju kalau mengutamakannya, tapi minimal saya melihat ada kasih sayang di sana. Papa sering menekankan kalau adat batak itu menunjukkan kasih sayang di antara keluarga walau kadang dia sadari memang menyusahkan juga. Sejauh ini, sejak belajar menghormati apa yang orang tua saya percayai dan yakini, saya juga jadi lebih mengenal adat Batak dan mulai mengerti. Saya mulai merasa benar-benar menjadi bagian dari adat ini, walaupun masih tetap merasa ribeeettt… -.-

Yah, semoga saya dan Aki bisa melaksanakan wejangan dan harapan mereka. Bagaimana pun Aki sudah menjadi bagian dari keluarga Simamora dan itu menjadi beban dan kehormatan tersendiri bagi Aki. Orang tua aki bukan lagi hanya Om dan Tante, tapi Bou yang ada di Serang. Aki juga menjadi anak paling bontot di keluarga sana. Silahturahmi harus dijaga. Bukannya hanya karena ingin mendapat marga, setelah dapat lalu ditinggalkan. Semoga kami bisa menjaga kasih sayang di antara keluarga. Semoga juga kami bisa membawa kasih sayang, pengharapan, dan iman yang dari Tuhan ke tengah-tengah keluarga besar. Aminnn…

*Maaf, ga sempat foto-foto. Saking sibuknya…halahh.





7 Comments