Saya Bersyukur Saya Tidak Sempurna




Dulu saya orang yang selalu ingin sempurna dalam hal hidup benar. Wow!! Bagus dong yaa!! Iya, bagus, tapi ternyata tidak sebagus yang saya bayangkan.

Sejak kecil saya selalu berpikir, kalau orang berbuat salah, saya tidak boleh melakukan kesalahan yang sama. Kalau saya berbuat salah, saya tidak boleh melakukan kesalahan yang sama. Kalau perlu, saya tidak boleh melakukan kesalahan sama sekali. Tapi faktanya, saya masih manusia dan saya masih membuat kesalahan.

Saya berusaha melakukan apa pun sebaik mungkin. Berbuat baik sebanyak mungkin. Berbuat benar sebanyak mungkin. Sampai akhirnya saya kewalahan sendiri. Saat saya gagal dalam pelayanan, pekerjaan, hubungan.. Saya jadi frustasi. Saya kelelahan sendiri. Saya jadi menganggap diri tidak layak jadi anak Tuhan.

Saya lupa kalau saya manusia yang masih punya keterbatasan. Terkadang saya melupakan kebutuhan saya pribadi dan kelemahan-kelemahan saya yang perlu dibantu dan dilengkapi oleh orang lain. Sepertinya saya berusaha menjadi seorang superwoman.

Selama ada Tuhan, saya pasti bisa. Itu salah satu pemikiran yang secara tidak sadar saya hidupi, tapi dengan cara pemahaman yang salah. Saya menginginkan kesempurnaan.

Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna. Matius 5:48

Ayat ini semakin mendorong saya untuk terus mengejar kesempurnaan dengan bayar harga, mengorbankan diri, lupakan tentang kepentingan diri sendiri. Saya banyak memberi, banyak mendengarkan, banyak melakukan ini dan itu yang terkesan rohani dan luar biasa. Berusaha terlihat benar di hadapan orang lain dan Tuhan. Tapi lama-lama saya lelah sendiri.

Saya keletihan dan mulai frustasi. Saya merasa tidak ada orang yang memepedulikan saya, tidak ada yang mau membantu saya, bahkan sepertinya tidak ada yang benar-benar ingin tahu tentang keadaan saya. Hati saya menjadi tawar. Saya kecewa dengan pemimpin. Saya kecewa dengan teman-teman saya. Saya kecewa dengan sahabat-sahabat saya. Mengapa?? Karena kantong anggur saya kering. Benar-benar kering hingga saya tidak tahu harus menenggak apa lagi.

Puncaknya adalah saat saya konflik dengan sahabat saya hingga saya menjauhi dia sampai 3 bulan lamanya. Di situ saya banyak merenung dan memikirkan kondisi saya sendiri (ga sadar ternyata saya sedang depresi). Saya bertanya-tanya pada Tuhan kenapa saya mudah terluka. Apa yang salah dengan saya? Mengapa Tuhan ijinkan saya mengalami kesakitan seperti ini?

Sampai akhirnya Tuhan banyak buka hal-hal mengenai diri saya sendiri. Trauma-trauma masa lalu. Tuhan ajarkan saya bagaimana seharusnya saya memandang diri saya sendiri. Tuhan tunjukkan cara-cara saya yang salah dalam menyenangkan hati-Nya.

Menjadi benar dihadapin orang lain tidak menjadikan saya benar dihadapan Allah. Usaha saya akan menjadi sia-sia jika saya tidak mengerti apa yang ada di hati Tuhan dan apa yang menjadi kerinduan-Nya.

Ya, tentu saja Tuhan ingin saya memandang diri saya seperti Dia memandang saya. Saya belajar memberi ruang kegagalan bagi diri saya sendiri, sama seperti Tuhan telah banyak memberi pengampunan pada saya. Ia ajarkan tentang berbesar hati, bagaimana untuk berkata jujur tentang hati saya pada orang lain dan menerima setiap penolakan atau respon yang tidak sesuai keinginan saya. Prosesnya memang tidak enak dan menyakitkan, tapi Tuhan memberi saya banyak lewat setiap kesakitan yang saya alami.

Tuhan juga belajar untuk mengingatkan diri saya sendiri temperamen-temperamen dasar saya dan setiap kelemahannya. Menerima kelemahan itu dan bersama-sama Tuhan untuk membangun kelemahan itu menjadi kekuatan.

Ia mengajarkan saya untuk mengurangi menggunakan kata ‘HARUS’ yang sering kali menekan diri saya sendiri dan orang lain. Kata itu sebisa mungkin saya gunakan untuk hal-hal yang memang tidak bisa dikompromi.

Hal lain yang Tuhan bukakan, ayat ini

Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna. Matius 5:48

bukanlah tentang manusia tanpa dosa, seperti malaikat dan tanpa cela. Sempurna yang Tuhan maksud adalah sempurna di dalam kasih. Orang yang di dalam kasih yang sempurna akan mudah mengampuni diri sendiri dan orang lain. Akan memikirkan hal-hal terbaik yang bisa dilakukan untuk diri sendiri dan orang banyak (bukan cari aman yaaa..). Orang yang sempurna di dalam kasih memikirkan kebutuhannya sendiri dan juga orang lain. Bagaimana bisa kita mengatakan Tuhan itu baik kalau kita tidak mengalami sendiri kalau Tuhan itu memang baik. Dengan mengasihi diri kita sendiri, kita bisa mengasihi orang lain dengan cara yang benar (bukan kasihan). Dengan menerima diri kita sendiri secara utuh (sebagaimana Tuhan memandang kita), kita bisa menerima orang lain utuh sebagaimana Tuhan memandang dia. Kita tidak bisa membagikan anggur kita pada orang lain jika kantung anggur kita sendiri kosong.

Setiap ingat kalau saya pernah gagal, pernah jatuh dalam dosa, dan tidak bisa menajadi sempurna, saya bersyukur karena di dalam ketidak sempurnaan itu Yesus hadir. Di situ ada tangan Tuhan. Di situ ada karya salib-Nya. Bukan menjadikan kasih-Nya menjadi kasih yang gampangan, tapi dengan kebenaran ini saya bisa melawan segala intimidasi dan tidak berkubang dalam kejatuhan. Saya bisa bangkit dan kembali memandang Tuhan.

Saya bukan orang benar, tapi oleh kasih karunia saya dibenarkan. Saya bukan orang yang sempurna, tapi oleh kasih karunia saya disempurnakan.

Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. 2 Korintus 12:9

 

3 Comments