Menabur Yang Baik, Menghabiskan Tuaian Yang Buruk

Tanggal 20-21 April, saya dan Aki mengikuti Heart to heart Camp. Camp khusus pasangan muda yang sudah berencana menikah dalam beberapa bulan ke depan.

Awalnya saya benar-benar segan untuk mengikuti camp ini karena biasanya kalau untuk acara seperti ini pasti akan banyak menguras-nguras dan mengorek-ngorek hal-hal yang sudah tidak mau saya ingat-ingat lagi. Luka-luka lama dan hal-hal yang menurut saya tidak perlu diingat-ingat lagi.



Tapi, mau tidak mau saya pun ikut. Jauh di hati saya, saya juga ingin pulih, ingin merobohkan tembok-tembok yang saya bangun setiap kali saya kecewa pada suatu hal. Sekalipun memang saya sudah melepaskan dan belajar berespon dengan benar, toh namanya kecewa ada bekas-bekas. Bekas-bekas yang membuat kita membangun tembok kita sendiri untuk menjaga hati kita supaya tidak terluka.

Pada waktu pra-camp, pemimpin mengingatkan bahwa di camp kita akan ‘disunat’ secara rohani. Hal-hal dari masa lalu kita yang bukan berasal dari Allah, pemikiran-pemikiran yang bukan berasal dari Tuhan akan Tuhan CUT. Waktu pemimpin mengatakan hal itu, saya jadi ingat beberapa minggu belakangan banyak hal-hal yang Tuhan ingatkan tentang masa lalu saya.

Misalnya perkataan orang tua dan lingkungan yang mengatakan saya menyusahkan orang tua karena sakit-sakitan (asma). Hampir setiap minggu saya pasti sakit dan obat yang saya konsumsi itu tidak murah. Ayah saya bilang sudah bisa membeli beberapa mobil.

Taburan perkataan ini membuat saya menjadi orang yang selalu berpikir ‘ Jangan nyusahin orang!’. Saya sulit meminta tolong pada orang lain. Saya lebih memilih menyelesaikan semuanya sendiri daripada melihat orang lain menggerutu karena saya susahkan. Lebih baik mengerjakan segala sesuatunya sendiri daripada melihat orang lain berkorban untuk saya.

Karena itu, setiap kali ada orang lain yang menawarkan bantuan kepada saya tanpa saya minta, saya akan sangat berterima kasih sekali. Akan sangat mengingat bantuan yang ia berikan. Jadi merasa tidak sendirian.

Ini salah satu pergumulan terberat saya hampir sepanjang pertumbuhan rohani saya. Saya bisa mudah terbuka pada orang lain tentang keburukan saya, tapi saya sangat sulit mengandalkan orang lain. Tuhan terus mengingatkan saya untuk meminta dan meminta. Bahkan pada Tuhan harus berani minta yang tidak saya butuhkan, yang sepele dan tidak saya perlukan. Jika Tuhan berkenan, Ia pasti memberikan.

Masih banyak lagi hal-hal yang Tuhan bukakan. Semua pemikiran dan perasaan yang bukan dari Kristus memang harus ‘disunat’ karena jika tidak dibereskan dan ditinggalkan hari ini, maka akan terbawa di kehidupan pernikahan. Orang tua saya dan lingkungan saya sudah menabur hal yang kurang baik pada hidup saya dan saya harus menuainya hari ini. Kalau saya masih berkutat di situ, maka pasangan saya nantinya akan menuainya juga. Karena itu, saya harus meninggalkannya dan menabur hal-hal yang baik, yang mulia, yang berasal dari Bapa, supaya hasil tuaian dari taburan masa lalu akan habis pelan-pelan.

Yang pasti selama camp kemarin banyak dibukakan. Dapet banyak pengertian baru. Saya dan Aki juga memperbaharui komitmen kami. Komitmen untuk menuai sama-sama akibat dari taburan masa lalu kami. Baik ataupun buruk. Sambil menuai dari masa lalu, kami belajar menabur yang baik. Ga mudah, tapi mau belajar… Tuhan berserta kami.

Menaburlah bagimu sesuai dengan keadilan, menuailah menurut kasih setia! Bukalah bagimu tanah baru, sebab sudah waktunya untuk mencari TUHAN, sampai Ia datang dan menghujani kamu dengan keadilan. Hosea 10:12

Sebab beginilah firman TUHAN kepada orang Yehuda dan kepada penduduk Yerusalem: "Bukalah bagimu tanah baru, dan janganlah menabur di tempat duri tumbuh.
Yeremia 4:3


Saya menambahkan tulisan ini di status Facebook. Jadi, saya taruh di sini untuk melengkapi apa yang saya tulis di atas. 

Tadi sore kepikiran ini,

Waktu kita bangun hubungan dan calon pasangan kita punya masa lalu yang ga begitu baik, harus gimana ya??

Ini salah satu topik yang Pualiiinggg ngerhema waktu saya dan Papa Gi ikut camp Heart to Heart (camp khusus yang akan menikah dalam waktu dekat, isi hatinya diobrak abrik biar beres).

Ada kesaksian kayak gini..
Ada 1 pasangan, si laki2 pernah hidup di dunia malam. Alkohol seks bebas. Sudah bertobat, tapi baru kerasa tuaian dari masa lalunya waktu menikah. Suami punya darah tinggi dan ga bisa memenuhi kebutuhan jasmani si istri dan mereka jadi sulit punya anak. Sang istri tentunya kecewa.

Waktu mereka datang ke konselor, mereka diingatkan tentang janji nikah. "... dan dalam keadaan apa pun juga" (ga ada tanda *syarat dan ketentuan berlaku). Sang istri ditanya, mau ga terima keadaan suami? Mau ga menuai sama2 taburan hal2 buruk dari masa lalu suami? Ngerasain ga enaknya sama-sama. Ngerasain sakitnya sama-sama. Habisin tuaian busuk dan pait ini sama2. Luar biasanya si istri mau. 

Dan untuk menggantikan tuaian yang buruk ini, maka mereka harus mulai menabur hal2 baik. Supaya di akhir hidup mereka, tuaian yang buruk sudah habis dan mereka menerima tuaian yang baik. 

Si istri ini akhirnya setia nemenin suaminya berobat. Ikut diet garem dll. Janji Tuhan Ya dan Amin, suaminya sehat dan mereka sudah punya anak.

Jadi, pernikahan itu bukan cuma haha hihi. Bukan main boneka bonekaan. Lihat calon pasangan kita. Siap ga nanggung beban hidup dengan dia? Sanggup ga kalau tiba2 masa lalu dia menghantui kita? Gimana dengan kita sendiri, kalau masa lalu kt buruk, siap ga lebih giat menabur hal2 baik buat calon pasangan kt?

Tuhan itu maha pengampun, selalu mengasihi. Tapi hukum tabur tuai ga pernah dicabut. Janji Tuhan ya dan amin bukan hanya tentang hal-hal yang baik, tapi juga berlaku untuk hukum2Nya. Kita bisa menerima pengampunan hari ini, tapi tuaian atas perbuatan kita pasti akan tetap berlaku. Kasih karunia Tuhan yang akan menguatkan kita melewati masa menuai hal2 buruk itu. Dan hanya oleh anugrah kita bisa luput dari hukuman yang lebih berat. 

Siap ga nerima taburan buruk dari masa lalu calon pasangan kita?? Siap ga sama2 menabur yang baik untuk menggantikan tuaian yang buruk itu? Berpikir lebih jauh. Bawa dalam doa. Ingat juga, kita sendiri pun punya tuaian masa lalu yang buruk yang pasti mempengaruhi pernikahan kita nantinya. Ga ada yang sempurna.






2 Comments