Waktu gathering Bimbingan Pra Nikah minggu lalu, tiap peserta mendapat profetik letter dari pembinanya. Berhubung kakak pembina kami orangnya tipe yang logis..Akakakka... practicallah ya bisa dibilang. Dia lebih memilih iman yang dalam bentuk tindakan daripada kata-kata, isi surat yang dia tulis jadinya hanya beberapa kalimat dan ayat.
Saya lupa ayatnya dimana, tapi ayat itu menohok-nohok hati saya. Apa sih isi ayatnya?? Jangan iri pada orang fasik...
Waktu dapat ayat itu saya merasa Tuhan sedang mengoperasi otak saya. Jauh di lubuk hati saya, saya sering merasa iri pada orang-orang yang mendapat berkat dengan mudah. Apa-apa ada.. (padahal mungkin sebelumnya mereka bergumul juga, cuma diceritain pas udah dapet berkat saja).
Saya iri pada mereka yang ga perlu susah payah buat biaya nikah. Padahaaalll... saya sendiri dan aki yang memutuskan untuk membiayai pernikahan kami sendiri. Giliran ngerasain susah-susahnya, saya malah iri pada orang lain. Mungkin saya tidak mengeluh pada Tuhan, tapi Tuhan tahu...rasa iri adalah bentuk lain tidak mensyukuri berkat alias mengeluh.
Saya iri pada orang lain yang dengan santainya bisa pinjam uang ke sana ke sini, tapi ga bayar dan malah orang lain yang bayar. Jujur saya iri pada orang ini karena kasih karunia berlimpah dalam hidupnya (walaupun ga mendidik juga).
Saya iri pada orang-orang yang mengungkapkan keinginan hatinya dengan gamblang, tanpa perlu merasa kuatir apakah orang itu sedang disusahkan atau tidak. Sedangkan saya, buat meminta waktu seseorang saja mikir berkali-kali. Saya lebih memilih mengorbankan keinginan saya daripada hubungan menjadi rusak.
Saya iri pada mereka yang sepertinya bebas mengungkapkan isi kepalanya, keinginannya, keluhannya apa saja yang ada di kepalanya, sementara saya kebanyakan berpikir, " Ini baik ga ya buat dia? Ini membangun hidup dia ga ya? Nanti nyusahin dia ga ya?? Aduh, jangan-jangan perkataan saya membuat dia tersinggung."
=.= ....
Baelaaaahhhh.... Itulah namanya kekuatan yang sekaligus kelemahan. Orang seperti saya mungkin mudah diajak susah, tapi percayalah saya juga bisa mengeluh alias iri juga. Kalau pun saya mengeluh, berarti saya sudah memikirkannya berkali-kali dan sebenarnya bukan isi aslinya yang keluar...
Erghh ... *getok kepala sendiri...
Kadang berpikir, " Tuhan apa saya ini pakai topeng ya? Apa saya pura-pura baik ya? Mungkin karena saya takut tertolak? Makanya saya susah bilang tidak, tapi di belakang-belakangnay saya malah berkeluh kesah. Iri pada orang lain."
Bahasa kasarnya, muka dua...
Tapi sebenernya Tuhan sendiri sudah banyak ajarkan saya supaya jujur. Jujur pada Tuhan, jujur pada diri sendiri, jujur pada orang lain. Belajar mengungkapkan, " Saya mau...".... Belajar berani merepotkan orang lain. Belajar PERCAYA pada orang lain sekalipun resikonya ditolak, dikecewakan, disakiti, atau lebih parah.. kepercayaan kita tidak dianggap alias dikhianati.
Waktu saya percaya pada orang lain, berarti saya percaya kepada Tuhan bahwa Dia akan menjaga hati saya atau menyembuhkan hati saya ketika saya terluka.
Oh, iya..Tidak terlalu buruk juga menjadi pemikir.. Hanya saja yaa..perlu belajar untuk seimbang. Kapan bener-bener harus mikir, kapan tidak perlu kebanyakan mikir. Bijak-bijaklah ya istilahnya.
Kira-kira saya bakal iri-iri lagi ga ya sama orang?? Mungkin, tapi mau membuang rasa iri-iri itu dengan menabur rasa syukur. Setiap orang punya kuknya sendiri, saya tidak mau menanggung kuk orang lain. Mungkin kuk orang lain lebih ringan, tapi mungkin saja lebih berat. Saya mau tanggung kuk yang sudah Tuhan rancang buat saya dan itu enak rasanya. :D
Yang suka iri... Tobat sama-sama yuk. Berenang di sana (itu danau tobaaaa)...
2 Comments