Akhir-akhir ini, entah kenapa, setiap kali membaca tulisan tentang firman atau diberi masukan yang berhubungan sama firman, saya merasa dihakimi. Akakakka… Bahkan cendurung marah dan dalam hati kayaknya pengen ngomong “Udah tahu!”. Padahal Roh Kudus sudah mengingatkan berkali-kali untuk melembutkan hati. Entahkah saya sedang membela diri atau memang frustasi.
Tapi.... kenyataannya ternyata saya sering melakukan hal yang sama pada orang lain. Saat orang lain datang pada saya dan bercerita ini itu, di otak saya, yang saya cari-cari adalah apa yang salah dan apa yang perlu diperbaiki. Setelah orangnya selesai berbicara, saya akan mengeluarkan jurus-jurus firman terbaik dan menceritakan pengalaman saya ini dan itu, lalu saya akan membandingkan “Kalau saya jadi kamu…”…
Ga jarang teman yang saya beri masukan akan mengatakan “ Tapi…”…Seperti keras hati dan menolak. Sekarang saya mengerti perasaan teman-teman yang saya perlakukan seperti itu.
Saat saya bercerita dan lebih mendapatkan respon apa yang benar dan apa yang salah, kamu harus begini dan begitu, rasanya seperti mau memukul meja dan menangis meraung-raung. Rasanya seperti ingin membuang sampah, tapi malah dikasih beban yang lain. Mungkin seperti itu rasanya dan mungkin itu pula sebabnya beberapa orang yang pernah saya perlakukan seperti itu seperti memasang tembok pada setiap perkataan saya.
Saat kita bercerita, kita hanya ingin didengarkan. Hanya ingin dimengerti. Diterima apa adanya. Hitam atau pun putih. Bahkan mungkin terkadang kita tidak butuh kata-kata indah, sebuah doa sederhana yang menguatkan dan pelukan yang hangat, sepertinya sudah memberi kita penghiburan dan kekuatan untuk bisa kembali berjalan di track-Nya Tuhan.
Apa yang saya alami sendiri ‘menampar’ diri saya. Saya tidak lebih benar dari orang lain. Memberi nasehat, belum tentu saya lebih benar karena pada prakteknya, bisa saja saya malah tidak bisa berespon dengan benar. Padahal kasusnya sama dengan teman yang pernah cerita pada kita.
Tentang hal ini saya sering teringat bagaimana Tuhan memperlakukan orang-orang pada saat Dia masih melayani di bumi. Dia tahu kapan menegur dan Dia tahu kapan menghibur. Saat orang lain berkata-kata, Dia melihat langsung ke kedalaman hati orang tersebut. Dia mengeluarkan apa yang menjadi isi hati terdalam dari seseorang. Mungkin orang itu sendiri malah ga sadar dengan apa yang dia rasakan, tapi Dia tahu. Dia punya teknik konseling terbaik. Maklum, Penasehat Ajaib.
Buat punya hati yang seperti itu, benar-benar harus murni. Melihat ke kedalaman hati orang lain, tidak mudah….Tapi saat hati kita murni, Tuhan perlihatkan
Menyampaikan apa yang ingin Tuhan sampaikan kepada saudara seiman kita, bukan apa yang ingin kita sampaikan menurut pandangan kita. Sudah lama melupakan prinsip ini. Saya lebih sering ingin menyampaikan “ berdasarkan pengalaman saya”…” menurut saya”… Ingin terlihat ‘pintar’, tapi jadinya malah membuat orang lain tidak nyaman.
Saya beberapa kali melakukannya. Pada teman-teman saya, adik saya, dan orang-orang sekeliling saya. Saya lupa kalau mulut saya itu perpanjangan Tuhan untuk menyampaikan isi hati-Nya….
Dulu, tidak jarang Tuhan meminta saya hanya mengatakan beberapa kata. Setelah itu berdoa. Dulu… Sekarang saya lebih banyak mengatakan apa yang saya mau. Bukan lagi apa yang Dia mau.
Nyesek…=.=’. Sungguh, aku bertobat...
Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Matius 5:8
Ia membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya. Amsal 31:26
Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu. Yeremia 1:9
0 Comments