Pernah ga udah bersyukur dan setelah melihat sesuatu di depan mata, kamu ingin membatalkan rasa syukur kamu??
Ehehhehe…Beberapa hari ini saya begitu. Memalukan deh. Saya pernah menceritakan apa saja yang sudah Tuhan lakukan di Bola Mukjizat 1, 2, 3 & 4. Di situ juga saya menulis betapa Tuhan sangat baik menyediakan segala sesuatu yang saya dan Aki butuhkan untuk pernikahan kami.
Nah, beberapa hari lalu saya beres-beres kamar dan menemukan brosur-brosur bridal yang saya dan Aki bawa dari pameran wedding. Dari beberapa brosur ternyata ada yang menawarkan paket-paket yang lebih murah dari paket yang kami ambil. Saya shock loohh!! Langsung mikir kenapa saya tidak ambil paket yang murah itu saja. Sudah all in one dan saya tidak perlu susah-susah minta bantuan adik saya untuk foto pre wedding out door.
Tapi saat itu saya tertegun sendiri dengan apa yang saya pikirkan. Dalam hati seperti ngomong,
“ Apa-apaan ini Lasma? Jadi setelah kamu bersyukur dengan apa yang kamu terima, kamu mau menarik ucapan syukur kamu dan komplain sama Tuhan??”
Doeeengggg!!!
Saya Cuma jawab, “ Ga, Tuhan. Bukan begitu.”
Ga mau debat sama hati nurani sendiri, saya tutup semua brosur. Simpen juga sih, siapa tahu ada temen mau merit cari-cari vendor juga :p.
Sorenya, waktu main ke rumah Aki, Tante nanyain kira-kira cincin nikah kita yang udah jadi itu berapa karat? Saya tidak tahu berapa karatnya karena di suratnya hanya di tulis berapa persen. Tante mengira-ngira sih 22-23 karat. Karena penasaran saya dan Aki putuskan buat tanya ke vendor tempat kami memesan. Waktu tahu berapa karat, saya shock juga. Cuma 18 karat. Jauh sekali dari yang Tante perkirakan. Ada merasa “ Kok, gini ya. Padahal sudah mahal-mahal bayar.”
Mungkin sikap saya ini kebaca sama Aki lewat ekspresi dan kata-kata saya. Dia langsung searching di google cara mengukur emas. Mr. Google bilang 18 karat berarti 75% emas dan berarti sudah lumayan. Aki sendiri bilang kalau emasnya bukan buat di jual takaran juga ga usah gede-gede, jadi ga usah pusing. Lagian kalau takaran emas terlalu besar dari campurannya, kemungkinan akan terlalu lunak. Saya tidak terlalu mengerti tentang logam mulia, jadi saya mengiyakan kata-kata Aki saja dan merasa lebih lega.
Tapi setelah itu ayat ini terngiang-ngiang di kepala saya
Celakalah orang yang berbantah dengan Pembentuknya; dia tidak lain dari beling periuk saja! Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya: "Apakah yang kaubuat?" atau yang telah dibuatnya: "Engkau tidak punya tangan!” Yesaya 45: 9
Entah kenapa saya seperti di beri kaca. Tuhan perlihatkan betapa pelit dan pehitungannya saya, betapa tidak percaya dan tidak bersyukurnya saya dan betapa saya memakai pemikiran saya sendiri. Mindset saya mengatakan kalau Tuhan memberkati pernikahan kami dengan mukjizat kalau Tuhan kasih banyak hal-hal murah dan terjangkau oleh kami, tapi dua kejadian ini membuka mata saya. Bukan Tuhan namanya kalau Dia membuat mukjizat yang bisa terjangkau oleh kami. Justru sebaliknya, Dia akan melakukan hal-hal yang mustahal untuk membuat kami nyerah dengan usaha kami sendiri dan memohon pada Tuhan untuk memnunjukkan kuasa-Nya. Nah, namanya pamer mana ada pamer standar. Apalagi Tuhan…Kalau Tuhan bisa membelah lautan, kenapa dia harus pamer membelah air di mangkuk sup? (Ya, itu terserah Tuhan juga sih).
Maluuu banget dan sedih banget…Ngerasa ga bersyukur banget dan nyadar kalau saya masih dihantui ketakutan dan kekuatiran. Apa yang saya lakukan sering kali dilatar belakangi oleh pemikiran-pemikiran manusia saya. Yang penting ada di depan matanya, istilahnya begitu. Seolah saya ingin mengontrol dan mengintrupsi apa yang sedang Tuhan lakukan dalam hidup saya.
Tapi Tuhan pengen saya melihat lebih jauh. Lebih dari sekedar pintu kamar saya. Lebih dari sekedar langit-langit di kosan saya. Tuhan ingin saya melihat jalan yang tidak berujung dan langit biru yang maha luas.
Tuhan itu Maha Besar…Maka kita anak-Nya sepatutnya mengharapkan sesuai dengan kapasitas yang Bapa kita punya. Berharaplah dengan hati dan pikiran yang tidak terbatas.
5 Comments