Karena Aku Sayang Dia

Aku memandang 2 sosok berpakaian putih dihadapanku sambil tersenyum senang. Akhirnya mereka bisa bersama-sama setelah sekian lama menjalin hubungan.


Mereka bukan malaikat. Mereka Cuma sepasang kekasih yang akhirnya mengikat janji sehidup semati dalam sebuah pernikahan.

Andita dan Tio, mereka berdua tampak seperti putri dan pangeran di negeri dongeng. Senyum mereka menunjukkan betapa bahagianya mereka, akhirnya mereka bisa menikah. Kedua keluarga besar juga menunjukkan hal yang sama. Melihat mereka tersenyum aku ikut tersenyum.

“ Gua curiga mereka menikah tiba-tiba. Padahal baru beberapa bulan yang lalu mereka bilang masih lama.”

Aku terpaku mendengar pembicaraan 2 gadis yang ada dibelakangku. Topik yang mereka bicarakan membuatku agak terusik.

“ Huss…Jangan berpikir yang tidak-tidak.”

“ Wajar dong kalau gua berpikir begitu karena jaman sekarang kan menikah sering dipakai untuk membersihkan nama baik.”

“ Iya…tapi jangan dibicarakan di sini..Sudah, ayo temani gua makan. Laper banget nih.”

Dua gadis itu ngeloyor pergi sambil masih memperdebatkan kecurigaan yang mereka bicarakan tadi. Pembicaraan itu mengingatkanku saat Andita datang padaku sambil berlinang air mata.



“ Aku ‘isi’.” Ujar Andita lirih,setelah aku paksa untuk bicara mengapa dia menangis.

Kata ‘isi’ membuatku agak bingung. Isi apa? Apa yang isi? Tapi dengan cepat pula otakku mengasosiasikannya dengan bayi kecil, mungil yang lucu.

Waktu itu aku tidak bisa bicara sama sekali. Aku hanya bisa memandang Andita tanpa ekspresi.

Rasanya baru kemarin aku mendengar suaraku sendiri dan Andita mengucapkan sumpah di acara pelatihan gereja untuk menjaga kegadisan kami. Kami saling berkomitmen untuk menjaga kesucian kami.

Saat mendengar pengakuan Andita, sumpah itu menjadi seperti suara yang semakin lama semakin jauh terdengar. Sumpah itu hanya menjadi sebuah kalimat biasa yang tidak berarti apa-apa.

Aku kecewa…Ya…Tapi lebih dari itu, aku berduka karena apa yang Andita lakukan pada dirinya sendiri.

“ Kenapa?” tanyaku saat itu dengan suara yang hampir tidak terdengar sama sekali.

“ Terjadi begitu saja. Aku sayang sama Tio. Aku cuma mau nunjukkin kalau aku bener-bener sayang sama dia, tapi tahu-tahu kami ‘jatuh’ dan…”

Andita tidak melanjutkan kata-katanya. Ia menangis lagi. Air matanya tidak berhenti mengalir. Seluruh wajahnya memerah karena menahan sesak di dadanya.

Waktu itu rasanya aku ingin memaki Andita dan meneriakan diwajahnya kalau dia BODOH. Tapi aku menahan keinginanku. Aku menarik napas dalam dan hanya bisa memandang Andita yang menangis.

Dengan susah payah aku mengulurkan tanganku dan mengusap bahunya, lalu memeluknya.

“ Maaf, Rei…Maafin guaaaa…” Andita menangis semakin kerass. Kebersamaan kami selama ini yang selalu berusaha saling menjaga, tiba-tiba saja seperti menjadi hal yang sia-sia.

“ My first kiss is my wedding kiss!!” Itu mimpi kami sejak dulu, sebelum kami memiliki komitmen dengan teman pria kami masing-masing.

Sepertinya mimpi itu mudah diraih, tapi ternyata tidak..

Saat itu aku memeluk erat Andita. Aku ingin dia merasa aman. Aku ingin dia tahu, sekalipun dia jatuh, aku akan selalu menerima dia. Aku ingin Andita merasakan bahwa Tuhan tetap menerima dia…

Aku pun mulai mendoakan Andita dan dalam doaku bisa kurasakan betapa berat dan menyesakkan apa yang dialami Andita. Aku menangis dan mengerti bahwa Andita butuh dukungan supaya dia bangkit dan tetap terus berharap pada Tuhan. Sekalipun apa yang dia lakukan itu buruk, Tuhan akan membalikannya menjadi baik.

Bahkan anak yang ada dalam kandungan Andita, pasti ada rencana Tuhan untuk hidupanya…Saat itu aku begitu yakin dan sampai saat ini aku pun masih yakin.



“ Oii..Ngelamun aja! Mau makan tak?” aku terlonjak saat tiba-tiba tangan Surya melambai di depan wajahku.

“ Loohh..beneran kaget ya?” tanyanya terkejut, tapi dengan wajah yang terlihat senang melihat aku bingung.

Sambungannya di sini!!

2 Comments