Huehehhe...jadi semangat karena punya temen blogger yang punya hobi sama nulis cerita. Nah, kalau ini salah satu novel yang belum selesai, tapi sangat saya suka. Dari jaman kuliah belum kelar-kelar bikinnya. Dengan ketemu Anita semoga saya lebih semangat bikin novel yang lain. Mau liat cerpen bikinan Anita?? Yuk, colek ke sini :D
Dilarang mengcopy tanpa menuliskan pengarang dan melampirkan link sumber. :D.
PROLOG
Sharone
membaca iklan yang tertempel di pintu kaca kafe. Dahinya berkerut melihat
persyaratan yang tertulis di iklan tersebut. Pemain piano café harus lulus SMU
dan berusia 17 tahun ke atas.
Shar
menggigit bibirnya berusaha menemukan jalan untuk mendapatkan pekerjaan
tersebut. Ia sangat menginginkan pekerjaan itu karena hanya pekerjaan itu yang
cocok dengan keterampilannya dalam bermain musik.
Ia
bisa saja mendapatkannya dengan cara berbohong, dengan mengatakan bahwa usianya
18 tahun. Tapi ia tidak suka berbohong, ia sangat menjunjung tinggi kejujuran.
Ia tidak bisa mentoleri jika ia sampai berbohong sekecil apa pun. Karena itu
mungkin ada jalan lain.
“Mungkin
aku bisa mencobanya dengan menanyakan apa cewe berusia 17 tahun seperti aku
bisa mendapatkan pekerjaan itu? Baik, akan kucoba!” bisik Shar lebih pada
dirinya sendiri.
Shar
menarik nafas dalam-dalam untuk mempersiapkan dirinya. Ia mulai memikirkan apa
yang akan ia katakana pada manajer kafe.
Ia
baru menjulurkan tangannya untuk membuka pintu kafe dan tiba-tiba seseorang
melepaskan pengumuman itu dan mengantar seorang cewe keluar.
Shar
melangkah mundur untuk memberi jalan. Ia mengamati dua orang itu dengan penuh
rasa ingin tahu.
“Kau
bisa mulai bekerja besok. Aku harap kau bisa memuaskan pelanggan kami. Kau suka
gaji yang akan kau terima?” tanya pria yang mencabut pengumuman tadi.
“Ya,
aku suka jumlah yang Bapak tawarkan. Aku akan bekerja sekuat tenaga. Terima
kasih untuk pekerjaannya. Sampai jumpa besok.”
Setelah
menyalam pria yang ternyata adalah manajer kafe, cewe itu melangkah pergi
dengan santai.
Shar
memandangnya dengan pandangan putus asa. Sepertinya kesempatannya yang kecil
sekarang benar-benar sudah melayang.
“Ada
yang bisa saya bantu?”
Shar
terhenyak mendengar pertanyaan manajer yang sudah berdiri di depannya sambil
meremas kertas pengumuman yang semula menjadi satu-satu harapannya hingga
berbentuk bola. Perasaan Shar juga seperti diremas-remas hingga menjadi bulat
lalu dibuang ke tempat sampah. Sama dengan kertas itu.
“Pekerjaan
itu sudah diambil?” tanya Shar lirih.
Manajer
itu terdiam lalu memandang Shar penuh simpati.
“Maaf,
tapi pekerjaan itu sudah diambil oleh gadis tadi. Aku sangat menyesal.”
“Tidak
apa-apa. Aku mengerti. Permisi.”
Dengan
senyum yang begitu berat Shar meninggalkan restaurant itu dengan langkah yang
tidak terarah.
Sekarang,
ia harus mencari pekerjaan kemana? Untuk bisa mendapatkan uang sejumlah 50 juta
tidak gampang. Ia hanya berumur 17 tahun, yang ia tahu hanya mata pelajaran di
kelas.
Shar
menarik napas dalam. Rasanya begitu berat saat melihat wajah ibunya yang pucat
tersenyum lemah dan berusaha tampak tegar. Wajahnya yang cantik telah
digerogoti oleh penyakit tumor di kepalanya. Shar ingin ibunya cepat sembuh
tapi biaya operasi yang diperlukan ternyata sangat mahal. Belum lagi biaya
perawatan. Ayah Shar yang sudah berpisah dari ibunya selama 7 tahun karena
punya istri baru, tidak mampu menolong karena istri mudanya melarangnya. Lalu
kakak Shar, sudah bertahun-tahun ia tidak pulang. Yang ia tahu Martin mengikuti
gembong mafia terbesar di Hong Kong.
Shar
duduk dengan lemas di halte. Entah kemana lagi ia akan mencari pekerjaan.
TIN!
TIN!
Tiba-tiba
sebuah mobil sedan Mercedes berhenti di depan halte. Pemilik mobil itu membuka
pintu dan turun. Ternyata seorang pria berumur sekitar 35 tahun. Tubuhnya
tinggi kurus, dengan tubuh agak membungkuk. Matanya sipit seperti babi dan
berbibir tebal. Pipinya kemerah-merahan
dan hidungnya mancung dengan cuping yang besar.
Pria
itu memandang Shar sambil mendekat. Shar sedikit takut tapi berusaha agak
tenang. Belum tentu pria ini mau bermaksud jahat padanya seperti yang
perasaannya katakan saat ini.
“
Dek, mau tanya jalan ke Ciputat lewat mana ya?”
Shar
baru mau menjawab saat tiba-tiba pria itu mendekat dan berbisik dengan pelan di
depan wajahnya.
“
Mau temenin Om seharian ini ga? Nanti Om bayar.”
Shar
menatapnya ngeri dan langsung melangkah mundur. Kakinya tiba-tiba menjadi
terasa begitu berat, ia ingin berlari tapi berat sekali.
Perlahan
pria itu mendekat. Sepertinya ia sudah membaca kalau Shar sedang mencoba untuk
lari karena mendadak ia menarik lengan Shar dengan keras. Shar ingin menjerit
tapi tempat itu sepi sekali karena sudah jam 11 malam.
“
Lepaskan!Om jangan macam-macam kalau tidak saya akan berteriak!”
“
Coba saja! Tempat ini sepi. Lagipula mana ada gadis baik-baik yang keluar malam
selain gadis tidak benar yang suka menjajakan diri?”
DUK!
“
Auuuuu!”
Dengan
keras Shar menendang tulang kering di kaki pria menjijikan itu. Pria itu
menjerit dengan keras tapi tidak juga melepaskan tangan Shar. Shar mencoba
menggigit tapi pria itu segera menjambaknya dan mendorongnya masuk ke mobil.
Baru
saja Shar ingin menendangkan kakinya untuk menahan tubuhnya agar tidak masuk ke
mobil, tiba-tiba pria itu menariknya kembali.
Pria
itu berbalik dan otomatis Shar ikut berbalik. Ternyata seorang cowo jangkung
menepuk bahu pria tidak waras itu.
“
Tolong jangan ikut campur. Atau anda ingin….”
“
Saya ga ada urusan dengan masalah Anda. Tapi Anda punya urusan dengan saya
karena Anda menabrak motor saya. Tolong ya Pak, kalo nyupir pake mata juga
jangan cuma pake kaki sama tangan. Liat tuh jadinya motor saya yang udah butut
jadi tambah butut.”
Shar
dan pria itu langsung mengikuti arah jari cowo itu menunjuk. Benar ada motor
yang bututnya seperti habis dibawa keliling dunia selama ratusan tahun.
Eh,
tapi tadi kan tidak ada motor di sana.
Shar
memandang cowo itu dan ia sedang menyeringai saat pria hidung belang membuka
dompetnya dengan satu tangan.
Ia
mengeluarkan 5 lembar uang ratusan ribu dan menyerahkannya pada cowo itu.
“
Sekarang beres kan?”
Cowo
penipu itu menerima uangnya dengan mata berbinar. Ia mengedip kecil pada Shar
dan melambaikan tangan pelan.
“
Selamat bersenang-senang! Thanks ya Om?” serunya sambil mendekati motornya dan
berusaha menyalakannya kembali.
Sepertinya
motor itu benar-benar butut karena ia sulit menyalakannya.
Shar
terus memandangnya penuh harap agar cowo itu menolongnya. Tapi percuma, ia
terlalu sibuk dengan motornya.
Shar
merasakan tekanan di lengannya semakin menguat dan sekali lagi pria itu menariknya
dan berusaha mendorongnya ke mobil.
Shar
tidak akan pernah membiarkan orang ini mengambil masa depannya!
Shar
menapakkan kedua kakinya di pintu mobil sebelahnya yang tertutup, ia menekukkan
kakinya dan dengan sekuat tenaga ia mendorongkan tubuhnya ke belakang sehingga
pria itu ikut terpental.
Pria itu terjatuh di trotoar dan
kesakitan akibat benturan tadi. Shar terbebas dan dengan cepat ia segera
meninggalkan tempat itu. Ia terus berlari tanpa mau menoleh ke belakang lagi,
meninggalkan pria hidung belang dan cowo penipu itu.
“ Tuhan, aku lelah….Tidak bisakah
Kau menolongku?”
***
Angin
malam yang tidak biasanya begitu menusuk tulang berhembus kencang membelai
wajah Leonard. Empat adik laki-lakinya sudah tertidur pulas di ranjang kapuk
yang sudah menipis. Di luar sana bulan bersinar sangat terang dan
bintang-bintang bermunculan.
Keindahan
itu sama sekali tidak menarik perhatian Leo. Ia terlalu sibuk berpakaian,
bersiap-siap untuk kerja malam.
“
Sudah mau berangkat? Katanya kamu masuk angin? Jangan maksain diri. Kamu bisa
sakit.”
“
Udah, Mama ga usah berisik. Kan yang cari uang dan yang capek saya. Nanti kalau
ga punya uang malah ngomel-ngomel.”
Leo
segera bangkit berdiri dan meninggalkan
kamarnya serta ibunya yang menahan tangis.
“
Coba kalau Papamu tidak cacat, pasti dia bisa…”
“
Diam! Apa Mama ga bisa berhenti ngeluh sehari aja!? Kalo emang ga mau punya
suami cacat, kenapa ga cari pria lain!?”
Leo
berjalan dengan cepat keluar rumah tanpa mau mendengar alasan-alasan klise dan
cerita-cerita tentang masa kejayaan ayahnya dulu. Ia sudah muak dan ingin
muntah jika mendengarnya lagi.
Motor
butut Leo melaju di tengah kegelapan malam dan angin yang berhembus karena laju
motor yang kencang semakin membuat malam terasa dingin. Tapi Leo tidak
merasakannya, yang ia rasakan hanya rasa panas dihatinya.
Bukan
kesalahannya kalau ayahnya menjadi jatuh miskin karena ditipu oleh rekan
kerjanya sendiri. Bukan pilihan beliau juga kalau beliau menjadi cacat karena
kecelakaan yang terjadi tidak berapa lama setelah bisnisnya hancur.
Tapi
itu semua menjadi masalah bagi ibunya. Nama baik keluarga, keuangan dan tetek
bengek yang selalu beliau katakan sama sekali tidak penting. Bahkan beliau
menyalahkan suaminya sendiri…Ia tidak pernah bersyukur sedikit pun tentang
keselamatan suaminya atau ia ternyata masih bisa makan dan minum. Itu yang
membuat Leo merasa muak dan merasa dendam pada ibunya sendiri.
Kenapa
seorang wanita yang seharusnya bisa ia andalkan dan menjadi tempat
perlindungannya malah terus mengeluh dan menuntut. Setiap ia pulang, ia tidak
menemukan ketenangan tapi malah tuduhan dan hinaan pada ayahnya.
Leo
mengehentikan laju pikirannya bersama dengan laju motornya. Beberapa meter di
depannya seorang pria menghentikan mobil mewahnya dan turun untuk bicara dengan
seorang cewe. Tiba-tiba pria itu menarik lengan cewe itu dan memaksanya untuk
masuk ke mobilnya yang keren itu.
Tanpa
menunggu lagi Leo mengambil kesempatan ini. Ia membawa motornya sambil berjalan
ke sisi depan mobil pria itu dan membaringkan motor itu seolah-olah baru saja
ditabrak.
Perlahan
Leo menepuk bahu si pria yang sedang sibuk dengan `mangsanya`. Pria itu menoleh
dan menatap Leo dengan sangat tidak suka.
“
Tolong jangan ikut campur. Atau anda ingin….” Ujar pria itu tanpa rasa takut
sedikit pun.
Cih,
sudah jelas-jelas dia mau melakukan sesuatu yang tidak benar pada cewe itu dia
masih berani bilang begitu.
“
Saya ga ada urusan dengan masalah Anda. Tapi anda punya urusan dengan saya
karena Anda menabrak motor saya. Tolong ya Pak, kalo nyupir pake mata juga
jangan cuma pake kaki sama tangan. Liat tuh jadinya motor saya yang udah butut
jadi tambah butut.” Tanpa mempedulikan tatapan meminta tolong `mangsa` Leo
menunjuk pada motornya.
Pria
itu langsung merogoh sakunya dengan satu tangan sementara tangannya yag lain
tetap dengan kuat memegang cewe itu. Sekilas Leo memandang cewe itu, ia menatap
Leo dengan pandangan menuduh.
Hmm..sepertinya
ia tahu kalau Leo berbohong. Heh, siapa peduli. Yang penting uang tetap lancar
mengalir.
“
Sekarang beres kan?” pria jangkung itu menyodorkan lima lembar uang ratusan
ribu.
Dengan
wajah senang Leo menerima uang itu sambil mengedipkan matanya pada cewe malang
itu.
“
Selamat bersenang-senang! Thanks ya Om?” Leo melambai pada 2 orang itu dan
segera berbalik kembali ke motornya.
Ia
ingin segera pergi dari situ sebelum cewe itu mengatakan yang sebenarnya pada
Si Pria Hidung Belang.
Leo
terus berusaha menyalakan mesin motornya, biasanya akan segera menyala tapi
entah kenapa sekarang begitu susah menyala. Padahal ia sudah mengisi bensin.
Sementara
Leo sibuk dengan motornya dibelakangnya terdengar suara keributan dan suara
seruan kesakitan. Tiba-tiba saja cewe tadi sudah melesat berlari dengan kencang
tanpa menoleh ke belakang sedikit pun.
“
Kejar dia! Kalau kau bisa membawanya padaku akan kubayar berapa saja!” seru
pria tengah baya itu pada Leo.
Membayangkan
uang yang banyak, Leo langsung menyalakan motornya dengan sekuat tenaga dan
motor itu langsung menyala. Dengan cepat Leo menyusul cewe itu.
Bukannya
Leo jahat atau tidak punya perasaan tapi inilah hidup yang harus dipertahankan.
Kadang-kadang harus mengorbankan orang lain agar bisa bertahan lama. Agar tidak menjadi korban dari hidup itu sendiri.
Kenapa
ia bisa begitu? Hanya Tuhan yang tahu, ia hanya menjalankan apa yang menurutnya
benar.
“
Sory ya Tuhan. Gua melakukan ini karena Kau membuatnya demikian. Cuma 1
cewe..ga masalah dong.”
***
Perutnya
terasa digoncang-goncang. Ia merasa tak akan bisa bertahan. Ia mulai melihat
sekelilingnya berputar tapi ia masih ingin terus minum.
“Kate,
kamu mau pulang atau ga? Aku ga mau kalau sampai Papa ngeliat kamu kayak
begini. Ayo pulang!”
Kate
memandang Julian kakak laki-lakinya dengan sangat marah.
Buat apa dia bawa-bawa papa. Memang peduli apa
pria itu padanya? Manusia paling munaafik!
Dengan
sempoyongan Kate berjalan meninggalkan bar favoritenya. Dibelakangnya Julian
berjalan berusaha menjaga agar Kate tidak jatuh.
“Kapan
kamu akan bilang sama Papa tentang kehamilan kamu?” tanya Julian membuat
langkah Kate terhenti.
Kate
berbalik dan menatap Julian dengan penuh amarah.
“
Jangan tanyakan masalah itu lagi! Jangan pura-pura peduli padaku! Mau aku
gugurkan atau aku lahirkan itu `kan bukan urusanmu! Lebih baik kau kembali ke
pangkuan Papa dan mengadu padanya tentang kehamilanku. Aku bisa kok mencari
ayah buat anak ini atau mungkin aku akan menjualnya. Aku tidak membutuhkan kau
ataupun Papa!”
Dengan
cepat Julian menangkap Kate. Setelah memuntahkan amarahnya Kate sepertinya
benar-benar tidak bisa berdiri lagi.
Perlahan
Julian menggendong adiknya di punggung dan membawanya ke mobil.
Kate
hanya bisa menangis dalam hati merasakan kasih sayang kakaknya yang tak pernah
habis padanya. Dia yang selalu dibandingkan dengan Julian oleh papanya ingin
sekali membencinya. Tapi kebaikan Julian membuat batinnya begitu lelah. Julian
tidak pernah lelah menjaga dan melindungi Kate.
“
Jangan terlalu baik padaku `J`. Aku pasti akan mengecewakanmu.” Bisik Kate di
tengah perjalanan.
Julian
yang sedang menyetir hanya memandang Kate dengan tatapan pilu.
“
Kau adikku. Aku bisa berbuat apa lagi. Sejak kecil aku sudah menjagamu dan
sampai kapan pun akan begitu.”
“
Aku tidak butuh. Urus saja masalahmu sendiri. Lagipula sepertinya pacarmu yang
menyebalkan itu merasa cemburu karena kau lebih perhatian padaku.”
“
Dia harus menunggu karena yang paling penting adalah keselamatanmu.”
“
Aku ingin kau yang menjadi papaku…bukan pria bermuka dua yang tinggal di rumah
itu.”
“
Kate, dia papa kita. Apapun yang ada pada dirinya kita harus menerimanya.”
Mendengar
kata-kata Julian, Kate langsung menegakkan duduknya dan menatap lurus pada
Julian. Ia tidak terima dengan kata-kata Julian.
“
Kita harus terima dia dengan apa adanya? Buat apa?! Dia sendiri tidak bisa
menerima kita dengan apa adanya! Dia tiap hari bicara tentang mengasuh anak
dengan benar di depan jemaat tapi dia sendiri melakukan yang sebaliknya.
Munafik!!”
“
Tapi kita kan tidak tahu apa yang ada di masa lalunya dan…”
“
Siapa peduli? Yang aku tahu seharusnya ia tidak membanding-bandingkan aku
dengan dirimu. Menganggap aku tidak berguna dan bodoh…dia selalu bilang kalau
perkataan adalah iman maka aku buat demikian. Aku ingin lihat reaksinya kalau
mendengar aku sudah hamil 2 bulan.”
Kate
tertawa senang membayangkan wajah papanya yang pasti akan shock berat.
“
Bertobatlah Kate. Kau tidak tahu dengan apa yang sedang kau lakukan. Tuhan
lebih mengerti dirimu. Kau bisa bicara padaNya tentang bebanmu.”
“
Jangan bawa-bawa Tuhan! Jangan mentang-mentang kau belajar theologi lalu ingin
mengkotbahiku ya!? Aku tahu apa yang aku jalani. Lagi pula peduli apa Tuhan
tentang hidupku? Kalau memang Dia peduli Dia pasti sudah membiarkan aku lahir
di tempat lain. Aku muak dengan kotbah-kotbah….Kau tahu kan? Jadi jangan bicara
lagi..!!!! Jangan bicara lagi!!! Ingat ya!!!!! Kau dengar tidak!! Ayo lihat
aku…!!!”
“
Kate, lepaskan tanganku! Kate, kau bisa membunuh kita! Kate jangan! Kate!
Kateeeeeeeeeeeeeee….!!!!!”
“
Hwaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa….!!!”
BRAAAAAAAKKKKK!!!!!
***
“
Bagaimana? Gadis itu cantik kan? Mami sangat suka padanya.”
Frans
tersenyum lembut pada maminya dan mengangguk pelan. Sementara papanya tertawa
senang menerima reaksinya, dalam hati Frans hanya bisa menghibur diri kalau
semuanya akan baik-baik saja asal ia bisa menjaga agar tidak terjadi masalah
apapun.
“
Frans, besok Papi dan Mami mau ke Swiss untuk mengurus bisnis. Selama itu kamu
ajak-ajak Siska kencan ya? Dia anak rekan bisnis Papi di Meksiko. Kamu tahu
`kan? Jadi semuanya bergantung sama kamu. Ok, Papi dan Mami pulang dulu ya?”
Frans
tersenyum pelan mengiyakan semua kata-kata orang tuanya.
Saat
mobil jaguar orang tuanya menghilang di belokkan daerah parkir,ia hanya bisa
menarik napas dalam. Tarikkan nafasnya menambah rasa sesak di dadanya.
Ia
mengendurkan simpul dasinya dan meraih kunci verarinya. Beberapa menit kemudian
ia sudah meninggalkan gedung apartemen dan melaju di tengah jalanan yang sepi.
Gelapnya
malam sudah menjadi temannya setiap kali ia berpikir tentang dirinya sendiri.
Ia selalu berusaha mencari sesuatu tapi ia sendiri tidak pernah tahu apa yang
ia cari. Ia hanya merasa kalau ia harus mencari bagian dari dirinya yang sangat
penting. Jika tidak mungkin dia akan gila.
Frans
menambah kecepatan mobilnya. Ia merasakan ada gumpalan besar di dadanya yang
tak pernah bisa ia keluarkan. Benda apakah itu, ia sendiri ingin mengetahuinya.
Seperti
saat ini, dalam hidupnya ia tidak tahu harus berjalan kemana. Semuanya begitu
membosankan. Ia memiliki keluarga yang baik, teman-teman wanita yang siap
membantu dan menghiburnya kapan saja, uang yang banyak…tidak ada yang kurang.
Secara fisik ia pun cukup tampan. Tapi kenapa ia selalu merasa kurang?
Frans
tidak pernah tahu apa yang menjadi alasan ia hidup. Rasanya lebih baik mati,
itu yang selalu ia pikirkan. Tapi….keluarganya, teman-temannya…mereka pasti
akan sedih jika ia mati dengan cara bunuh diri.
Mungkin
sebaiknya ia menikah dulu, punya anak lalu mati. Supaya ia bisa meninggalkan
cucu untuk orang tuanya. Supaya ada yang bisa melanjutkan keturunan keluarga.
Setelah
ia punya anak apakah ia bisa meninggalkan keluarganya?
Frans
melihat kembali ke kehidupannya. Banyak orang yang membantunya untuk melakukan
banyak hal. Orang tuanya selalu memberi yang terbaik, teman-temannya tidak
pernah menolak permintaannya dan ia pun tidak pernah menolak permintaan mereka.
Mereka orang-orang yang baik tapi…..ia tidak merasakan ada sesuatu yang bisa
membuatnya merasa lebih hidup.
“
Sebenarnya apa yang kau cari?” bisik Frans pada dirinya sendiri.
Hanna…itu
yang aku butuhkan, bisik hatinya membuatnya teringat akan masa lalu.
Hanna,
gadis yang 2 tahun lebih muda darinya. Teman masa kecilnya yang selalu tampak
lincah dan tertawa. Gadis itu memiliki mata yang besar, rambutnya hitam lebat,
senyumnya sangat ramah dan tawanya sangat lepas. Frans tidak perlu dihibur
dengan kata-kata saat ia sedih, dengan mendengar tawa Hanna saja ia bisa
melupakan sedihnya.
Sahabatnya
yang luar biasa, yang bisa membuatnya merasa hidup.
Mungkinkah
dia….Mungkinkah Hanna yang menjadi bagian dari dirinya? Mungkinkah gadis itu
yang selama ini dia cari?
“
Tapi dia sudah pergi…dia…”
Pikiran
Frans melayang ke masa lalu. Dimana ia merasakan kalau ia sudah setengah mati.
Ia
masih bisa melihat Hanna yang berlari-lari kecil dengan tawanya yang riang
menghampiri Frans yang menunggu di seberang jalan. Frans tidak melihatnya…Mobil
itu melaju sangat cepat…Dan….Tubuh kecil Hanna terlempar karena berbenturan
dengan mobil itu. Lalu dari arah lain sebuah truk tidak sempat
menghindar…..Frans masih bisa mendengar suara tulang tengkorak yang retak dan
bagaimana jeritan Hanna saat memanggilnya tertelan oleh ban truk yang……
Frans
hanya bisa terpaku saat itu. Bahkan ia tidak bisa bernafas….Ia ingin menjerit
tapi hatinya menjerit lebih keras hingga ia tak sanggup bersuara lagi.
Ya,
sampai saat ini ia tidak bisa meneteskan air mata untuk Hanna. Ia masih bisa mendengar
bisikan-bisikan Hanna yang memintanya untuk menunggu gadis itu sampai dewasa.
Lalu mereka akan menjadi pengantin. Hatinya masih menunggu….masih menunggu…
“
Aku ingin bertemu denganmu Hanna…Aku kesepian…”
Frans
tidak melihat dua orang yang sedang bertengakar itu, ia langsung membanting
stirnya dan ternyata di depannya sebuah mobil juga melaju dan tidak sempat
menghindar. Dan…
Semuanya
menjadi putih…
Samara-samar
Frans mendengar suara Hanna yang memanggilnya sambil tertawa. Ia melihat wajah
yang ia rindukan itu. Ia tersenyum dengan sangat ramah dan menggoda.
“
Belum waktunya….Belum waktunya…” bisik Hanna dengan lembut. Kemudian ia
menghilang dan..semuanya menjadi gelap.
***
Shar
tidak bisa berkata apa-apa. Lidahnya kelu dan nafasnya tertahan. Bahkan ia
tidak mampu menangis melihat apa yang ada dihadapannya.
“
Bagus sekali. Sekarang apa yang terjadi..Aku harus pergi dari sini sebelum
polisi datang.”
Mendengar
kata-kata cowo penipu yang sedari tadi memaksanya ikut Shar spontan menarik
lengannya hingga langkah cowo itu tertahan.
“
Kau tidak bisa meninggalkan orang-orang itu! Kita harus menolongnya!” jerit
Shar histeris. Ia merasa ngeri hingga kakinya gemetar tapi ia tidak tahu harus
berbuat apa.
“
Kau gila ya? Kita bisa melakukan apa!?”
“
Apa saja! Telepon ambulans, mengeluarkan mereka…Ki..Kita keluarkan mereka!! Ayo
cepat!!”
Shar
menarik cowo itu dengan paksa untuk mendekati mobil itu. Untunglah cowo itu
tidak memberontak.
“
Kau keluarkan orang yang dari mobil itu aku yang dari mobil ini.”
Shar
mendekati mobil Honda Jazz berwarna biru yang sudah terbalik itu dan melongok
ke dalam.
“
Di sini ada dua orang!” pekiknya dengan ngeri karena melihat luka pria yang
duduk di depan setir. Mengerikan sekali…pecahan kaca menusuk seluruh wajahnya.
Yang
wanita tidak terlalu seberapa dan ia tampak mulai sadar.
Shar
menarik yang pria dengan susah payah karena kakinya tersangkut. Setelah ia bisa
mengeluarkannya, pria itu ia bawa ke atas trotoar. Darahnya banyak sekali
hingga membasahi baju putih Shar.
Setelah
memastikan pria itu dalam keadaan aman Shar berbalik untuk mengeluarkan yang
wanita. Tapi tiba-tiba cowo itu dengan membopong korban wanita dan korban dari
mobil lain melompat ke arahnya hingga ia jatuh ke trotoar. Selang beberapa
detik setelah mereka jatuh ke trotoar terdengar ledakan keras di sertai api dan
kepulan asap hitam.
“
Ide yang baik mengelurkan mereka dari sana. Mereka masih hidup.” Bisik cowo itu
dengan nafas tersengal. Shar hanya bisa mengangguk-ngangguk setuju karena ia
benar-benar terkejut oleh ledakan itu. Di depan matanya 2 mobil mewah meledak
dan ditelan api.
Dengan
gugup dan sedikit gemetar karena masih ngeri Shar mendekati korban wanita.
Sepertinya ia hanya mengalami luka benturan.
Hei,
ia mulai membuka matanya!
“
Dimana aku?” tanyanya sambil berusaha bangkit. Shar membantunya duduk dan ia
baru bisa melihat wanita itu masih muda. Mungkin seumuran dirinya.
“
Siapa kau? Dimana Julian?”
Shar
menoleh pada pria yang tadi ia tolong. Cewe itu mengikuti pandangannya dan
terdiam. Perlahan ia mendekati Julian dan berusaha menyentuhnya tapi tidak
mampu. Sangat terlihat kalau ia gemetar dan ketakutan.
“
Julian..Julian…Tenanglah..kau akan baik-baik saja…” dengan nafas tersengal cewe
itu berusaha mencabut pecahan kaca dari wajah Julian tapi Si Cowo Penipu
langsung mencegahnya.
“
Sebaiknya kita tunggu ambulans. Kau jangan menyentuhnya dulu.”
“
Siapa kalian!? Kenapa kalian ada di sini? Jangan-jangan kalian yang menyebabkan
ini semua!”
Mendadak
cewe itu histeris dan berusaha menyerang Si Penipu. Cepat-cepat Shar menahan
bahunya agar ia tidak terlalu banyak bergerak.
“
Kami menolong kalian karena kami melihat kecelakaan kalian. Kau jangan terlalu
banyak bergerak. Lukamu bisa tambah parah.”
Cewe
itu menatap Shar tanpa ekspresi dan kemudian kembali memandang Julian. Matanya
mengekspreikan ketakutan, amarah dan kesedihan yang bercampur aduk. Mungkin
Julian ini adalah cowonya.
Tak
berapa lama kemudian mobil ambulans datang dan para medis segera menolong para
korban.
Sebelum
cewe yang jadi korban naik ke ambulans, ia memandang pada Shar dan si Penipu
dengan tajam dan berkata, “ Aku tidak akan membiarkan perbuatan kalian ini.”
Shar dan cowo penipu cuma bisa saling pandang dan
bingung. Rasanya mereka tidak melakukan hal yang salah.
“
Ini semua karena kau tidak mau ikut denganku!”
“
Tentu saja aku tidak mau ikut denganmu! Kau `kan ingin membawaku ke pria gila
itu!”
“
Apa salahnya sih? Kau kan bisa dapat uang darinya. Lihat saja mobilnya.”
“
Aku bukan orang yang mau melakukan apa saja demi uang.”
“
Kau tidak akan bisa hidup tanpa uang. Berani taruhan, kau keluar malam-malam
begini juga untuk cari uang kan?”
Shar
terdiam dan menunduk, megingat ibunya yang dirumah terbaring lemah. Dalam hati
Shar mengakui kalau ia membutuhkan uang. Ia memang butuh uang untuk hidup…tapi…
“
Maaf, kalian diminta untuk ikut ke kantor polisi. Kalian diminta memberi
kesaksian tentang peristiwa kecelakaan.”
Seorang
polisi mendekati Shar dan si penipu. Sekali lagi mereka saling berpandangan dan
mengkerutkan kening. Mau tidak mau mereka pun ikut.
Toh,
mereka tidak melakukan kesalahan apapun. Jadi, mereka tidak perlu takut.
***
1 Comments