Life


Huehehhe...jadi semangat karena punya temen blogger yang punya hobi sama nulis cerita. Nah, kalau ini salah satu novel yang belum selesai, tapi sangat saya suka. Dari jaman kuliah belum kelar-kelar bikinnya. Dengan ketemu Anita semoga saya lebih semangat bikin novel yang lain. Mau liat cerpen bikinan Anita?? Yuk, colek ke sini :D

Dilarang mengcopy tanpa menuliskan pengarang dan melampirkan link sumber. :D.







PROLOG

Sharone membaca iklan yang tertempel di pintu kaca kafe. Dahinya berkerut melihat persyaratan yang tertulis di iklan tersebut. Pemain piano café harus lulus SMU dan berusia 17 tahun ke atas.
Shar menggigit bibirnya berusaha menemukan jalan untuk mendapatkan pekerjaan tersebut. Ia sangat menginginkan pekerjaan itu karena hanya pekerjaan itu yang cocok dengan keterampilannya dalam bermain musik.
Ia bisa saja mendapatkannya dengan cara berbohong, dengan mengatakan bahwa usianya 18 tahun. Tapi ia tidak suka berbohong, ia sangat menjunjung tinggi kejujuran. Ia tidak bisa mentoleri jika ia sampai berbohong sekecil apa pun. Karena itu mungkin ada jalan lain.

“Mungkin aku bisa mencobanya dengan menanyakan apa cewe berusia 17 tahun seperti aku bisa mendapatkan pekerjaan itu? Baik, akan kucoba!” bisik Shar lebih pada dirinya sendiri.
Shar menarik nafas dalam-dalam untuk mempersiapkan dirinya. Ia mulai memikirkan apa yang akan ia katakana pada manajer kafe.
Ia baru menjulurkan tangannya untuk membuka pintu kafe dan tiba-tiba seseorang melepaskan pengumuman itu dan mengantar seorang cewe keluar.
Shar melangkah mundur untuk memberi jalan. Ia mengamati dua orang itu dengan penuh rasa ingin tahu.
“Kau bisa mulai bekerja besok. Aku harap kau bisa memuaskan pelanggan kami. Kau suka gaji yang akan kau terima?” tanya pria yang mencabut pengumuman tadi.
“Ya, aku suka jumlah yang Bapak tawarkan. Aku akan bekerja sekuat tenaga. Terima kasih untuk pekerjaannya. Sampai jumpa besok.”
Setelah menyalam pria yang ternyata adalah manajer kafe, cewe itu melangkah pergi dengan santai.
Shar memandangnya dengan pandangan putus asa. Sepertinya kesempatannya yang kecil sekarang benar-benar sudah melayang.
“Ada yang bisa saya bantu?”
Shar terhenyak mendengar pertanyaan manajer yang sudah berdiri di depannya sambil meremas kertas pengumuman yang semula menjadi satu-satu harapannya hingga berbentuk bola. Perasaan Shar juga seperti diremas-remas hingga menjadi bulat lalu dibuang ke tempat sampah. Sama dengan kertas itu.
“Pekerjaan itu sudah diambil?” tanya Shar lirih.
Manajer itu terdiam lalu memandang Shar penuh simpati.
“Maaf, tapi pekerjaan itu sudah diambil oleh gadis tadi. Aku sangat menyesal.”
“Tidak apa-apa. Aku mengerti. Permisi.”
Dengan senyum yang begitu berat Shar meninggalkan restaurant itu dengan langkah yang tidak terarah.
Sekarang, ia harus mencari pekerjaan kemana? Untuk bisa mendapatkan uang sejumlah 50 juta tidak gampang. Ia hanya berumur 17 tahun, yang ia tahu hanya mata pelajaran di kelas.
Shar menarik napas dalam. Rasanya begitu berat saat melihat wajah ibunya yang pucat tersenyum lemah dan berusaha tampak tegar. Wajahnya yang cantik telah digerogoti oleh penyakit tumor di kepalanya. Shar ingin ibunya cepat sembuh tapi biaya operasi yang diperlukan ternyata sangat mahal. Belum lagi biaya perawatan. Ayah Shar yang sudah berpisah dari ibunya selama 7 tahun karena punya istri baru, tidak mampu menolong karena istri mudanya melarangnya. Lalu kakak Shar, sudah bertahun-tahun ia tidak pulang. Yang ia tahu Martin mengikuti gembong mafia terbesar di Hong Kong.
Shar duduk dengan lemas di halte. Entah kemana lagi ia akan mencari pekerjaan.
TIN! TIN!
Tiba-tiba sebuah mobil sedan Mercedes berhenti di depan halte. Pemilik mobil itu membuka pintu dan turun. Ternyata seorang pria berumur sekitar 35 tahun. Tubuhnya tinggi kurus, dengan tubuh agak membungkuk. Matanya sipit seperti babi dan berbibir  tebal. Pipinya kemerah-merahan dan hidungnya mancung dengan cuping yang besar.
Pria itu memandang Shar sambil mendekat. Shar sedikit takut tapi berusaha agak tenang. Belum tentu pria ini mau bermaksud jahat padanya seperti yang perasaannya katakan saat ini.
“ Dek, mau tanya jalan ke Ciputat lewat mana ya?”
Shar baru mau menjawab saat tiba-tiba pria itu mendekat dan berbisik dengan pelan di depan wajahnya.
“ Mau temenin Om seharian ini ga? Nanti Om bayar.”
Shar menatapnya ngeri dan langsung melangkah mundur. Kakinya tiba-tiba menjadi terasa begitu berat, ia ingin berlari tapi berat sekali.
Perlahan pria itu mendekat. Sepertinya ia sudah membaca kalau Shar sedang mencoba untuk lari karena mendadak ia menarik lengan Shar dengan keras. Shar ingin menjerit tapi tempat itu sepi sekali karena sudah jam 11 malam.
“ Lepaskan!Om jangan macam-macam kalau tidak saya akan berteriak!”
“ Coba saja! Tempat ini sepi. Lagipula mana ada gadis baik-baik yang keluar malam selain gadis tidak benar yang suka menjajakan diri?”
DUK!
“ Auuuuu!”
Dengan keras Shar menendang tulang kering di kaki pria menjijikan itu. Pria itu menjerit dengan keras tapi tidak juga melepaskan tangan Shar. Shar mencoba menggigit tapi pria itu segera menjambaknya dan mendorongnya masuk ke mobil.
Baru saja Shar ingin menendangkan kakinya untuk menahan tubuhnya agar tidak masuk ke mobil, tiba-tiba pria itu menariknya kembali.
Pria itu berbalik dan otomatis Shar ikut berbalik. Ternyata seorang cowo jangkung menepuk bahu pria tidak waras itu.
“ Tolong jangan ikut campur. Atau anda ingin….”
“ Saya ga ada urusan dengan masalah Anda. Tapi Anda punya urusan dengan saya karena Anda menabrak motor saya. Tolong ya Pak, kalo nyupir pake mata juga jangan cuma pake kaki sama tangan. Liat tuh jadinya motor saya yang udah butut jadi tambah butut.”
Shar dan pria itu langsung mengikuti arah jari cowo itu menunjuk. Benar ada motor yang bututnya seperti habis dibawa keliling dunia selama ratusan tahun.
Eh, tapi tadi kan tidak ada motor di sana.
Shar memandang cowo itu dan ia sedang menyeringai saat pria hidung belang membuka dompetnya dengan satu tangan.
Ia mengeluarkan 5 lembar uang ratusan ribu dan menyerahkannya pada cowo itu.
“ Sekarang beres kan?”
Cowo penipu itu menerima uangnya dengan mata berbinar. Ia mengedip kecil pada Shar dan melambaikan tangan pelan.
“ Selamat bersenang-senang! Thanks ya Om?” serunya sambil mendekati motornya dan berusaha menyalakannya kembali.
Sepertinya motor itu benar-benar butut karena ia sulit menyalakannya.
Shar terus memandangnya penuh harap agar cowo itu menolongnya. Tapi percuma, ia terlalu sibuk dengan motornya.
Shar merasakan tekanan di lengannya semakin menguat dan sekali lagi pria itu menariknya dan berusaha mendorongnya ke mobil.
Shar tidak akan pernah membiarkan orang ini mengambil masa depannya!
Shar menapakkan kedua kakinya di pintu mobil sebelahnya yang tertutup, ia menekukkan kakinya dan dengan sekuat tenaga ia mendorongkan tubuhnya ke belakang sehingga pria itu ikut terpental.
            Pria itu terjatuh di trotoar dan kesakitan akibat benturan tadi. Shar terbebas dan dengan cepat ia segera meninggalkan tempat itu. Ia terus berlari tanpa mau menoleh ke belakang lagi, meninggalkan pria hidung belang dan cowo penipu itu.
            “ Tuhan, aku lelah….Tidak bisakah Kau menolongku?”

***

Angin malam yang tidak biasanya begitu menusuk tulang berhembus kencang membelai wajah Leonard. Empat adik laki-lakinya sudah tertidur pulas di ranjang kapuk yang sudah menipis. Di luar sana bulan bersinar sangat terang dan bintang-bintang bermunculan. 
Keindahan itu sama sekali tidak menarik perhatian Leo. Ia terlalu sibuk berpakaian, bersiap-siap untuk kerja malam.
“ Sudah mau berangkat? Katanya kamu masuk angin? Jangan maksain diri. Kamu bisa sakit.”
“ Udah, Mama ga usah berisik. Kan yang cari uang dan yang capek saya. Nanti kalau ga punya uang malah ngomel-ngomel.”
Leo segera bangkit berdiri dan  meninggalkan kamarnya serta ibunya yang menahan tangis.
“ Coba kalau Papamu tidak cacat, pasti dia bisa…”
“ Diam! Apa Mama ga bisa berhenti ngeluh sehari aja!? Kalo emang ga mau punya suami cacat, kenapa ga cari pria lain!?”
Leo berjalan dengan cepat keluar rumah tanpa mau mendengar alasan-alasan klise dan cerita-cerita tentang masa kejayaan ayahnya dulu. Ia sudah muak dan ingin muntah jika mendengarnya lagi.
Motor butut Leo melaju di tengah kegelapan malam dan angin yang berhembus karena laju motor yang kencang semakin membuat malam terasa dingin. Tapi Leo tidak merasakannya, yang ia rasakan hanya rasa panas dihatinya.
Bukan kesalahannya kalau ayahnya menjadi jatuh miskin karena ditipu oleh rekan kerjanya sendiri. Bukan pilihan beliau juga kalau beliau menjadi cacat karena kecelakaan yang terjadi tidak berapa lama setelah bisnisnya hancur.
Tapi itu semua menjadi masalah bagi ibunya. Nama baik keluarga, keuangan dan tetek bengek yang selalu beliau katakan sama sekali tidak penting. Bahkan beliau menyalahkan suaminya sendiri…Ia tidak pernah bersyukur sedikit pun tentang keselamatan suaminya atau ia ternyata masih bisa makan dan minum. Itu yang membuat Leo merasa muak dan merasa dendam pada ibunya sendiri.
Kenapa seorang wanita yang seharusnya bisa ia andalkan dan menjadi tempat perlindungannya malah terus mengeluh dan menuntut. Setiap ia pulang, ia tidak menemukan ketenangan tapi malah tuduhan dan hinaan pada ayahnya.
Leo mengehentikan laju pikirannya bersama dengan laju motornya. Beberapa meter di depannya seorang pria menghentikan mobil mewahnya dan turun untuk bicara dengan seorang cewe. Tiba-tiba pria itu menarik lengan cewe itu dan memaksanya untuk masuk ke mobilnya yang keren itu.
Tanpa menunggu lagi Leo mengambil kesempatan ini. Ia membawa motornya sambil berjalan ke sisi depan mobil pria itu dan membaringkan motor itu seolah-olah baru saja ditabrak.
Perlahan Leo menepuk bahu si pria yang sedang sibuk dengan `mangsanya`. Pria itu menoleh dan menatap Leo dengan sangat tidak suka.
“ Tolong jangan ikut campur. Atau anda ingin….” Ujar pria itu tanpa rasa takut sedikit pun.
Cih, sudah jelas-jelas dia mau melakukan sesuatu yang tidak benar pada cewe itu dia masih berani bilang begitu.
“ Saya ga ada urusan dengan masalah Anda. Tapi anda punya urusan dengan saya karena Anda menabrak motor saya. Tolong ya Pak, kalo nyupir pake mata juga jangan cuma pake kaki sama tangan. Liat tuh jadinya motor saya yang udah butut jadi tambah butut.” Tanpa mempedulikan tatapan meminta tolong `mangsa` Leo menunjuk pada motornya.
Pria itu langsung merogoh sakunya dengan satu tangan sementara tangannya yag lain tetap dengan kuat memegang cewe itu. Sekilas Leo memandang cewe itu, ia menatap Leo dengan pandangan menuduh.
Hmm..sepertinya ia tahu kalau Leo berbohong. Heh, siapa peduli. Yang penting uang tetap lancar mengalir.
“ Sekarang beres kan?” pria jangkung itu menyodorkan lima lembar uang ratusan ribu.
Dengan wajah senang Leo menerima uang itu sambil mengedipkan matanya pada cewe malang itu.
“ Selamat bersenang-senang! Thanks ya Om?” Leo melambai pada 2 orang itu dan segera berbalik kembali ke motornya.
Ia ingin segera pergi dari situ sebelum cewe itu mengatakan yang sebenarnya pada Si Pria Hidung Belang.
Leo terus berusaha menyalakan mesin motornya, biasanya akan segera menyala tapi entah kenapa sekarang begitu susah menyala. Padahal ia sudah mengisi bensin.
Sementara Leo sibuk dengan motornya dibelakangnya terdengar suara keributan dan suara seruan kesakitan. Tiba-tiba saja cewe tadi sudah melesat berlari dengan kencang tanpa menoleh ke belakang sedikit pun.
“ Kejar dia! Kalau kau bisa membawanya padaku akan kubayar berapa saja!” seru pria tengah baya itu pada Leo.
Membayangkan uang yang banyak, Leo langsung menyalakan motornya dengan sekuat tenaga dan motor itu langsung menyala. Dengan cepat Leo menyusul cewe itu.
Bukannya Leo jahat atau tidak punya perasaan tapi inilah hidup yang harus dipertahankan. Kadang-kadang harus mengorbankan orang lain agar bisa bertahan lama. Agar  tidak menjadi korban dari hidup itu sendiri.
Kenapa ia bisa begitu? Hanya Tuhan yang tahu, ia hanya menjalankan apa yang menurutnya benar.
“ Sory ya Tuhan. Gua melakukan ini karena Kau membuatnya demikian. Cuma 1 cewe..ga masalah dong.”

***

Perutnya terasa digoncang-goncang. Ia merasa tak akan bisa bertahan. Ia mulai melihat sekelilingnya berputar tapi ia masih ingin terus minum.
“Kate, kamu mau pulang atau ga? Aku ga mau kalau sampai Papa ngeliat kamu kayak begini. Ayo pulang!”
Kate memandang Julian kakak laki-lakinya dengan sangat marah.
 Buat apa dia bawa-bawa papa. Memang peduli apa pria itu padanya? Manusia paling munaafik!
Dengan sempoyongan Kate berjalan meninggalkan bar favoritenya. Dibelakangnya Julian berjalan berusaha menjaga agar Kate tidak jatuh.
“Kapan kamu akan bilang sama Papa tentang kehamilan kamu?” tanya Julian membuat langkah Kate terhenti.
Kate berbalik dan menatap Julian dengan penuh amarah.
“ Jangan tanyakan masalah itu lagi! Jangan pura-pura peduli padaku! Mau aku gugurkan atau aku lahirkan itu `kan bukan urusanmu! Lebih baik kau kembali ke pangkuan Papa dan mengadu padanya tentang kehamilanku. Aku bisa kok mencari ayah buat anak ini atau mungkin aku akan menjualnya. Aku tidak membutuhkan kau ataupun Papa!”
Dengan cepat Julian menangkap Kate. Setelah memuntahkan amarahnya Kate sepertinya benar-benar tidak bisa berdiri lagi.
Perlahan Julian menggendong adiknya di punggung dan membawanya ke mobil.
Kate hanya bisa menangis dalam hati merasakan kasih sayang kakaknya yang tak pernah habis padanya. Dia yang selalu dibandingkan dengan Julian oleh papanya ingin sekali membencinya. Tapi kebaikan Julian membuat batinnya begitu lelah. Julian tidak pernah lelah menjaga dan melindungi Kate.
“ Jangan terlalu baik padaku `J`. Aku pasti akan mengecewakanmu.” Bisik Kate di tengah perjalanan.
Julian yang sedang menyetir hanya memandang Kate dengan tatapan pilu.
“ Kau adikku. Aku bisa berbuat apa lagi. Sejak kecil aku sudah menjagamu dan sampai kapan pun akan begitu.”
“ Aku tidak butuh. Urus saja masalahmu sendiri. Lagipula sepertinya pacarmu yang menyebalkan itu merasa cemburu karena kau lebih perhatian padaku.”
“ Dia harus menunggu karena yang paling penting adalah keselamatanmu.”
“ Aku ingin kau yang menjadi papaku…bukan pria bermuka dua yang tinggal di rumah itu.”
“ Kate, dia papa kita. Apapun yang ada pada dirinya kita harus menerimanya.”
Mendengar kata-kata Julian, Kate langsung menegakkan duduknya dan menatap lurus pada Julian. Ia tidak terima dengan kata-kata Julian.
“ Kita harus terima dia dengan apa adanya? Buat apa?! Dia sendiri tidak bisa menerima kita dengan apa adanya! Dia tiap hari bicara tentang mengasuh anak dengan benar di depan jemaat tapi dia sendiri melakukan yang sebaliknya. Munafik!!”
“ Tapi kita kan tidak tahu apa yang ada di masa lalunya dan…”
“ Siapa peduli? Yang aku tahu seharusnya ia tidak membanding-bandingkan aku dengan dirimu. Menganggap aku tidak berguna dan bodoh…dia selalu bilang kalau perkataan adalah iman maka aku buat demikian. Aku ingin lihat reaksinya kalau mendengar aku sudah hamil 2 bulan.”
Kate tertawa senang membayangkan wajah papanya yang pasti akan shock berat.
“ Bertobatlah Kate. Kau tidak tahu dengan apa yang sedang kau lakukan. Tuhan lebih mengerti dirimu. Kau bisa bicara padaNya tentang bebanmu.”
“ Jangan bawa-bawa Tuhan! Jangan mentang-mentang kau belajar theologi lalu ingin mengkotbahiku ya!? Aku tahu apa yang aku jalani. Lagi pula peduli apa Tuhan tentang hidupku? Kalau memang Dia peduli Dia pasti sudah membiarkan aku lahir di tempat lain. Aku muak dengan kotbah-kotbah….Kau tahu kan? Jadi jangan bicara lagi..!!!! Jangan bicara lagi!!! Ingat ya!!!!! Kau dengar tidak!! Ayo lihat aku…!!!”
“ Kate, lepaskan tanganku! Kate, kau bisa membunuh kita! Kate jangan! Kate! Kateeeeeeeeeeeeeee….!!!!!”
“ Hwaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa….!!!”
BRAAAAAAAKKKKK!!!!!

***

“ Bagaimana? Gadis itu cantik kan? Mami sangat suka padanya.”
Frans tersenyum lembut pada maminya dan mengangguk pelan. Sementara papanya tertawa senang menerima reaksinya, dalam hati Frans hanya bisa menghibur diri kalau semuanya akan baik-baik saja asal ia bisa menjaga agar tidak terjadi masalah apapun.
“ Frans, besok Papi dan Mami mau ke Swiss untuk mengurus bisnis. Selama itu kamu ajak-ajak Siska kencan ya? Dia anak rekan bisnis Papi di Meksiko. Kamu tahu `kan? Jadi semuanya bergantung sama kamu. Ok, Papi dan Mami pulang dulu ya?”
Frans tersenyum pelan mengiyakan semua kata-kata orang tuanya.
Saat mobil jaguar orang tuanya menghilang di belokkan daerah parkir,ia hanya bisa menarik napas dalam. Tarikkan nafasnya menambah rasa sesak di dadanya.
Ia mengendurkan simpul dasinya dan meraih kunci verarinya. Beberapa menit kemudian ia sudah meninggalkan gedung apartemen dan melaju di tengah jalanan yang sepi.
Gelapnya malam sudah menjadi temannya setiap kali ia berpikir tentang dirinya sendiri. Ia selalu berusaha mencari sesuatu tapi ia sendiri tidak pernah tahu apa yang ia cari. Ia hanya merasa kalau ia harus mencari bagian dari dirinya yang sangat penting. Jika tidak mungkin dia akan gila.
Frans menambah kecepatan mobilnya. Ia merasakan ada gumpalan besar di dadanya yang tak pernah bisa ia keluarkan. Benda apakah itu, ia sendiri ingin mengetahuinya.
Seperti saat ini, dalam hidupnya ia tidak tahu harus berjalan kemana. Semuanya begitu membosankan. Ia memiliki keluarga yang baik, teman-teman wanita yang siap membantu dan menghiburnya kapan saja, uang yang banyak…tidak ada yang kurang. Secara fisik ia pun cukup tampan. Tapi kenapa ia selalu merasa kurang?
Frans tidak pernah tahu apa yang menjadi alasan ia hidup. Rasanya lebih baik mati, itu yang selalu ia pikirkan. Tapi….keluarganya, teman-temannya…mereka pasti akan sedih jika ia mati dengan cara bunuh diri.
Mungkin sebaiknya ia menikah dulu, punya anak lalu mati. Supaya ia bisa meninggalkan cucu untuk orang tuanya. Supaya ada yang bisa melanjutkan keturunan keluarga.
Setelah ia punya anak apakah ia bisa meninggalkan keluarganya?
Frans melihat kembali ke kehidupannya. Banyak orang yang membantunya untuk melakukan banyak hal. Orang tuanya selalu memberi yang terbaik, teman-temannya tidak pernah menolak permintaannya dan ia pun tidak pernah menolak permintaan mereka. Mereka orang-orang yang baik tapi…..ia tidak merasakan ada sesuatu yang bisa membuatnya merasa lebih hidup.
“ Sebenarnya apa yang kau cari?” bisik Frans pada dirinya sendiri.
Hanna…itu yang aku butuhkan, bisik hatinya membuatnya teringat akan masa lalu.
Hanna, gadis yang 2 tahun lebih muda darinya. Teman masa kecilnya yang selalu tampak lincah dan tertawa. Gadis itu memiliki mata yang besar, rambutnya hitam lebat, senyumnya sangat ramah dan tawanya sangat lepas. Frans tidak perlu dihibur dengan kata-kata saat ia sedih, dengan mendengar tawa Hanna saja ia bisa melupakan sedihnya.
Sahabatnya yang luar biasa, yang bisa membuatnya merasa hidup.
Mungkinkah dia….Mungkinkah Hanna yang menjadi bagian dari dirinya? Mungkinkah gadis itu yang selama ini dia cari?
“ Tapi dia sudah pergi…dia…”
Pikiran Frans melayang ke masa lalu. Dimana ia merasakan kalau ia sudah setengah mati.
Ia masih bisa melihat Hanna yang berlari-lari kecil dengan tawanya yang riang menghampiri Frans yang menunggu di seberang jalan. Frans tidak melihatnya…Mobil itu melaju sangat cepat…Dan….Tubuh kecil Hanna terlempar karena berbenturan dengan mobil itu. Lalu dari arah lain sebuah truk tidak sempat menghindar…..Frans masih bisa mendengar suara tulang tengkorak yang retak dan bagaimana jeritan Hanna saat memanggilnya tertelan oleh ban truk yang……
Frans hanya bisa terpaku saat itu. Bahkan ia tidak bisa bernafas….Ia ingin menjerit tapi hatinya menjerit lebih keras hingga ia tak sanggup bersuara lagi.
Ya, sampai saat ini ia tidak bisa meneteskan air mata untuk Hanna. Ia masih bisa mendengar bisikan-bisikan Hanna yang memintanya untuk menunggu gadis itu sampai dewasa. Lalu mereka akan menjadi pengantin. Hatinya masih menunggu….masih menunggu…
“ Aku ingin bertemu denganmu Hanna…Aku kesepian…”
Frans tidak melihat dua orang yang sedang bertengakar itu, ia langsung membanting stirnya dan ternyata di depannya sebuah mobil juga melaju dan tidak sempat menghindar. Dan…
Semuanya menjadi putih…
Samara-samar Frans mendengar suara Hanna yang memanggilnya sambil tertawa. Ia melihat wajah yang ia rindukan itu. Ia tersenyum dengan sangat ramah dan menggoda.
“ Belum waktunya….Belum waktunya…” bisik Hanna dengan lembut. Kemudian ia menghilang dan..semuanya menjadi gelap.

***


Shar tidak bisa berkata apa-apa. Lidahnya kelu dan nafasnya tertahan. Bahkan ia tidak mampu menangis melihat apa yang ada dihadapannya.
“ Bagus sekali. Sekarang apa yang terjadi..Aku harus pergi dari sini sebelum polisi datang.”
Mendengar kata-kata cowo penipu yang sedari tadi memaksanya ikut Shar spontan menarik lengannya hingga langkah cowo itu tertahan.
“ Kau tidak bisa meninggalkan orang-orang itu! Kita harus menolongnya!” jerit Shar histeris. Ia merasa ngeri hingga kakinya gemetar tapi ia tidak tahu harus berbuat apa.
“ Kau gila ya? Kita bisa melakukan apa!?”
“ Apa saja! Telepon ambulans, mengeluarkan mereka…Ki..Kita keluarkan mereka!! Ayo cepat!!”
Shar menarik cowo itu dengan paksa untuk mendekati mobil itu. Untunglah cowo itu tidak memberontak.
“ Kau keluarkan orang yang dari mobil itu aku yang dari mobil ini.”
Shar mendekati mobil Honda Jazz berwarna biru yang sudah terbalik itu dan melongok ke dalam.
“ Di sini ada dua orang!” pekiknya dengan ngeri karena melihat luka pria yang duduk di depan setir. Mengerikan sekali…pecahan kaca menusuk seluruh wajahnya.
Yang wanita tidak terlalu seberapa dan ia tampak mulai sadar.
Shar menarik yang pria dengan susah payah karena kakinya tersangkut. Setelah ia bisa mengeluarkannya, pria itu ia bawa ke atas trotoar. Darahnya banyak sekali hingga membasahi baju putih Shar.
Setelah memastikan pria itu dalam keadaan aman Shar berbalik untuk mengeluarkan yang wanita. Tapi tiba-tiba cowo itu dengan membopong korban wanita dan korban dari mobil lain melompat ke arahnya hingga ia jatuh ke trotoar. Selang beberapa detik setelah mereka jatuh ke trotoar terdengar ledakan keras di sertai api dan kepulan asap hitam.
“ Ide yang baik mengelurkan mereka dari sana. Mereka masih hidup.” Bisik cowo itu dengan nafas tersengal. Shar hanya bisa mengangguk-ngangguk setuju karena ia benar-benar terkejut oleh ledakan itu. Di depan matanya 2 mobil mewah meledak dan ditelan api.
Dengan gugup dan sedikit gemetar karena masih ngeri Shar mendekati korban wanita. Sepertinya ia hanya mengalami luka benturan.
Hei, ia mulai membuka matanya!
“ Dimana aku?” tanyanya sambil berusaha bangkit. Shar membantunya duduk dan ia baru bisa melihat wanita itu masih muda. Mungkin seumuran dirinya.
“ Siapa kau? Dimana Julian?”
Shar menoleh pada pria yang tadi ia tolong. Cewe itu mengikuti pandangannya dan terdiam. Perlahan ia mendekati Julian dan berusaha menyentuhnya tapi tidak mampu. Sangat terlihat kalau ia gemetar dan ketakutan.
“ Julian..Julian…Tenanglah..kau akan baik-baik saja…” dengan nafas tersengal cewe itu berusaha mencabut pecahan kaca dari wajah Julian tapi Si Cowo Penipu langsung mencegahnya.
“ Sebaiknya kita tunggu ambulans. Kau jangan menyentuhnya dulu.”
“ Siapa kalian!? Kenapa kalian ada di sini? Jangan-jangan kalian yang menyebabkan ini semua!”
Mendadak cewe itu histeris dan berusaha menyerang Si Penipu. Cepat-cepat Shar menahan bahunya agar ia tidak terlalu banyak bergerak.
“ Kami menolong kalian karena kami melihat kecelakaan kalian. Kau jangan terlalu banyak bergerak. Lukamu bisa tambah parah.”
Cewe itu menatap Shar tanpa ekspresi dan kemudian kembali memandang Julian. Matanya mengekspreikan ketakutan, amarah dan kesedihan yang bercampur aduk. Mungkin Julian ini adalah cowonya.
Tak berapa lama kemudian mobil ambulans datang dan para medis segera menolong para korban.
Sebelum cewe yang jadi korban naik ke ambulans, ia memandang pada Shar dan si Penipu dengan tajam dan berkata, “ Aku tidak akan membiarkan perbuatan kalian ini.”
Shar  dan cowo penipu cuma bisa saling pandang dan bingung. Rasanya mereka tidak melakukan hal yang salah.
“ Ini semua karena kau tidak mau ikut denganku!”
“ Tentu saja aku tidak mau ikut denganmu! Kau `kan ingin membawaku ke pria gila itu!”
“ Apa salahnya sih? Kau kan bisa dapat uang darinya. Lihat saja mobilnya.”
“ Aku bukan orang yang mau melakukan apa saja demi uang.”
“ Kau tidak akan bisa hidup tanpa uang. Berani taruhan, kau keluar malam-malam begini juga untuk cari uang kan?”
Shar terdiam dan menunduk, megingat ibunya yang dirumah terbaring lemah. Dalam hati Shar mengakui kalau ia membutuhkan uang. Ia memang butuh uang untuk hidup…tapi…
“ Maaf, kalian diminta untuk ikut ke kantor polisi. Kalian diminta memberi kesaksian tentang peristiwa kecelakaan.”
Seorang polisi mendekati Shar dan si penipu. Sekali lagi mereka saling berpandangan dan mengkerutkan kening. Mau tidak mau mereka pun ikut.
Toh, mereka tidak melakukan kesalahan apapun. Jadi, mereka tidak perlu takut.

***

1 Comments