Kemana dan Dimana Akan Kuletakkan Hatiku??
Kelulusan di bulan Maret. Hal yang sudah lama saya nantikan dan idamkan. Lasma Frida Manullang S.Psi. Tapi di saat yang sama kesadaran menyentakkan saya. Saya seorang pengangguran. Pengangguran dengan title S.Psi.
Jadi, apakah title itu masih bisa saya banggakan sementara menganggur? Antara ya dan tidak. Saya sudah menyelesaikan gelar sarjana saya, saya bangga, tetapi saya juga malu. Saya tidak benar-benar mengingat apa yang saya pelajari di kelas. Apalagi teori yang teksbook. Saya hanya ingat bagaimana mempraktekkannya. Apakah itu bisa jadi modal untuk menjadi SDM yang baik?
saya seharusnya saya sudah memiliki penghasilan sendiri. Saya ingin memberikan sesuatu untuk orang tua saya. Walaupun kata ibu kos orang tua saya tidak membutuhkannya, tapi saya ingin memberikan sesuatu buat mereka.Watak instan. Iya, mungkin itu yang ada dalam diri saya. Sementara teman-teman saya menikmati masa liburan setelah kelulusan, saya sibuk mencari kerja dan pusing harus kerja apa. Saya ingin mendapatkan pekerjaan secepat mungkin. Umur sudah 25 tahun , di
Malu pada orang lain, malu pada diri sendiri. Masih menaruh tangan di bawah pada orang tua. Ya…Tapi lalu harus bagaimana?? Apa saya harus asal mencari pekerjaan??
. Senang sekaliii…Saya sangat menikmati lingkungan kerjanya. Saya juga sayang pada anak-anak. Dua bulan pertama yang berat, karena saya bekerja hanya seperlunya. Saya merasa tidak maksimal. Tenaga saya seperti terpendam di dalam. 18 April 2011, mendapat pekerjaan sebagai seorang
Saat orang tua mengatakan saya seharusnya tidak berlama-lama di sekolah tersebut supaya tidak keenakan, saya menerima masukan itu dan memutuskan untuk keluar. Saya bukan orang yang mudah menyesal atas keputusan saya, tapi kali ini saya menyesal. Saya seperti melepaskan mutiara yang berharga..Tapi buat apa di sesali?? Saya hanya bisa belajar dari kesalahan saya. Situasi dan kenyataan memang sepertinya tidak mendukung, tapi saya seharusnya dengar-dengaran dengan Tuhan. Bukan berdasarkan teori kesempatan dan kenyataan yang sebenarnya bisa saja berubah kapan saja.
Sekarang saya mencari pekerjaan, tetapi saya semakin limbung. Kemana saya harus memilih HRD atau Pendidikan? Memikirkannya membuat saya mati rasa. Melihat Aki yang sudah menetapkan langkahnya dan menikmati proses untuk mencapai cita-citanya, saya semakin ciut. Saya semakin merendahkan diri saya sendiri.
Setiap proses interview yang saya lewati membuat seperti saya bunuh diri. Saya merasa sedang mempermalukan diri sendiri. Menganggap diri sendiri bukan apa-apa. Tidak punya pengalaman, kadang ceroboh dan tidak teliti. Saat ada yang mengharapkan sesuatu dari saya, saya mulai takut gagal. Seperti siput yang ingin bersembunyi lama-lama di tempurungnya.
Hari ini saya melakukan kesalahan lagi. Dalam satu hari seharusnya saya menghadiri 2 interview karena kurang fit, saya tidak menghadiri keduanya. Kesalahan bukan karena tidak hadir, tapi karena saya tidak memberi kabar ke bagian HRD perusahaan yang mengundang. Saya tahu pasti itu tidak sopan. Sempat menelepon, tapi tidak diangkat. Seharusnya saya lebih berusaha untuk menelepon, tapi saya tidak melakukannya…
Saya merasa seperti mempermalukan diri saya sendiri, tapi juga Papa dan Uda saya yang mencarikan salah satu lowongan yang ada hari ini. Saya malu dan merasa bersalah. Tapi, balik lagi..Buat apa disesali. Saya harus belajar dari kesalahan saya dan bertanggung jawab dengan kehidupan saya sendiri.
Saya bertanya pada Tuhan, sebenarnya Tuhan mau letakkan hati saya dimana? Mau taruh saya dimana? Kenapa saya harus saya mengalami ini semua? Apa yang ingin Tuhan ajarkan pada saya??
Menikmati setiap proses. Itu yang Ia katakana. Ia katakana supaya saya percaya. Semua orang bisa bicara ini dan itu, gaji yang kecil, tidak cukup, tidak sesuai dengan gelar S.Psi saya..Semuanya itu bisa saya dengarkan, tapi tidak jadi rhema. Ia tunjukkan kalau saya berubah, Lasma yang dulu begitu percaya diri memutuskan segala sesuatu dengan hidupnya dan berani menghadapi setiap tantangan mulai berubah. Menjadi ciut dan pesimis..Bukan lagi berorientasi pada mimpi, tapi pada uang, kedudukan dan kelayakan..Tidak lagi berkata dunia ini indah, tapi dunia ini kejam. Yang dulunya positif dan penuh mimpi menjadi suram dan skeptis..
Kenapa?? Karena dulu saya menutup telinga dari semua perkataan orang dan hanya mendengar suara-Nya..Sekarang saya mendengar suara semua orang dan menutup telingaku dari kata-kata-Nya…Saya goyah dan jadi terjebak di persimpangan yang saya buat sendiri.
Kalau dulu Dia mendengarkan orang Farisi, mungkin Dia tidak akan menyembuhkan banyak orang di hari Sabat dan mengajarkan pada murid-Nya makna hari Sabat yang sesungguhnya..Kalau Dia mendengarkan kata-kata orang Farisi dan tidak bergaul dengan pelacur dan para pemungut cukai, Dia tidak akan menjadi teladan akan kasih yang besar dan penerimaan tanpa syarat..Kalau Dia mendengarkan ketakutan-Nya, mungkin sekarang Dia tidak akan mati dan disalibkan..Tapi Dia mendengarkan apa kata Bapa..Bukan apa kata orang.
Hari ini saya terbangun lagi. Iya, saya mau dengarkan apa kata Dia..Bukan apa kata orang lain. Mungkin saya akan dicap keras kepala, pemberontak, atau “api dalam sekam” (yang ini tidak nyambung tapi sangat merema :p) tapi saya tahu…Saat saya yakin dan menjalankannnya dengan iman, saya akan mengalahkan semua hal karena saya tahu Dia dipihak saya.
Hari ini Dia hanya bicara “ Tulis, Lasma..menulis..menulis…Menulislahh..”..Kalau itu yang Dia mau, saya ikut…Yang saya tahu, sekarang saya sudah tidak dipersimpangan lagi. Saya sudah menemukan hal yang selama ini saya cari…IMAN AKAN SUARA BAPA…
Saya meletakkan hati saya di tangan Tuhan…God loves me..I know.
Jadi, apakah title itu masih bisa saya banggakan sementara menganggur? Antara ya dan tidak. Saya sudah menyelesaikan gelar sarjana saya, saya bangga, tetapi saya juga malu. Saya tidak benar-benar mengingat apa yang saya pelajari di kelas. Apalagi teori yang teksbook. Saya hanya ingat bagaimana mempraktekkannya. Apakah itu bisa jadi modal untuk menjadi SDM yang baik?
saya seharusnya saya sudah memiliki penghasilan sendiri. Saya ingin memberikan sesuatu untuk orang tua saya. Walaupun kata ibu kos orang tua saya tidak membutuhkannya, tapi saya ingin memberikan sesuatu buat mereka.Watak instan. Iya, mungkin itu yang ada dalam diri saya. Sementara teman-teman saya menikmati masa liburan setelah kelulusan, saya sibuk mencari kerja dan pusing harus kerja apa. Saya ingin mendapatkan pekerjaan secepat mungkin. Umur sudah 25 tahun , di
Malu pada orang lain, malu pada diri sendiri. Masih menaruh tangan di bawah pada orang tua. Ya…Tapi lalu harus bagaimana?? Apa saya harus asal mencari pekerjaan??
. Senang sekaliii…Saya sangat menikmati lingkungan kerjanya. Saya juga sayang pada anak-anak. Dua bulan pertama yang berat, karena saya bekerja hanya seperlunya. Saya merasa tidak maksimal. Tenaga saya seperti terpendam di dalam. 18 April 2011, mendapat pekerjaan sebagai seorang
Saat orang tua mengatakan saya seharusnya tidak berlama-lama di sekolah tersebut supaya tidak keenakan, saya menerima masukan itu dan memutuskan untuk keluar. Saya bukan orang yang mudah menyesal atas keputusan saya, tapi kali ini saya menyesal. Saya seperti melepaskan mutiara yang berharga..Tapi buat apa di sesali?? Saya hanya bisa belajar dari kesalahan saya. Situasi dan kenyataan memang sepertinya tidak mendukung, tapi saya seharusnya dengar-dengaran dengan Tuhan. Bukan berdasarkan teori kesempatan dan kenyataan yang sebenarnya bisa saja berubah kapan saja.
Sekarang saya mencari pekerjaan, tetapi saya semakin limbung. Kemana saya harus memilih HRD atau Pendidikan? Memikirkannya membuat saya mati rasa. Melihat Aki yang sudah menetapkan langkahnya dan menikmati proses untuk mencapai cita-citanya, saya semakin ciut. Saya semakin merendahkan diri saya sendiri.
Setiap proses interview yang saya lewati membuat seperti saya bunuh diri. Saya merasa sedang mempermalukan diri sendiri. Menganggap diri sendiri bukan apa-apa. Tidak punya pengalaman, kadang ceroboh dan tidak teliti. Saat ada yang mengharapkan sesuatu dari saya, saya mulai takut gagal. Seperti siput yang ingin bersembunyi lama-lama di tempurungnya.
Hari ini saya melakukan kesalahan lagi. Dalam satu hari seharusnya saya menghadiri 2 interview karena kurang fit, saya tidak menghadiri keduanya. Kesalahan bukan karena tidak hadir, tapi karena saya tidak memberi kabar ke bagian HRD perusahaan yang mengundang. Saya tahu pasti itu tidak sopan. Sempat menelepon, tapi tidak diangkat. Seharusnya saya lebih berusaha untuk menelepon, tapi saya tidak melakukannya…
Saya merasa seperti mempermalukan diri saya sendiri, tapi juga Papa dan Uda saya yang mencarikan salah satu lowongan yang ada hari ini. Saya malu dan merasa bersalah. Tapi, balik lagi..Buat apa disesali. Saya harus belajar dari kesalahan saya dan bertanggung jawab dengan kehidupan saya sendiri.
Saya bertanya pada Tuhan, sebenarnya Tuhan mau letakkan hati saya dimana? Mau taruh saya dimana? Kenapa saya harus saya mengalami ini semua? Apa yang ingin Tuhan ajarkan pada saya??
Menikmati setiap proses. Itu yang Ia katakana. Ia katakana supaya saya percaya. Semua orang bisa bicara ini dan itu, gaji yang kecil, tidak cukup, tidak sesuai dengan gelar S.Psi saya..Semuanya itu bisa saya dengarkan, tapi tidak jadi rhema. Ia tunjukkan kalau saya berubah, Lasma yang dulu begitu percaya diri memutuskan segala sesuatu dengan hidupnya dan berani menghadapi setiap tantangan mulai berubah. Menjadi ciut dan pesimis..Bukan lagi berorientasi pada mimpi, tapi pada uang, kedudukan dan kelayakan..Tidak lagi berkata dunia ini indah, tapi dunia ini kejam. Yang dulunya positif dan penuh mimpi menjadi suram dan skeptis..
Kenapa?? Karena dulu saya menutup telinga dari semua perkataan orang dan hanya mendengar suara-Nya..Sekarang saya mendengar suara semua orang dan menutup telingaku dari kata-kata-Nya…Saya goyah dan jadi terjebak di persimpangan yang saya buat sendiri.
Kalau dulu Dia mendengarkan orang Farisi, mungkin Dia tidak akan menyembuhkan banyak orang di hari Sabat dan mengajarkan pada murid-Nya makna hari Sabat yang sesungguhnya..Kalau Dia mendengarkan kata-kata orang Farisi dan tidak bergaul dengan pelacur dan para pemungut cukai, Dia tidak akan menjadi teladan akan kasih yang besar dan penerimaan tanpa syarat..Kalau Dia mendengarkan ketakutan-Nya, mungkin sekarang Dia tidak akan mati dan disalibkan..Tapi Dia mendengarkan apa kata Bapa..Bukan apa kata orang.
Hari ini saya terbangun lagi. Iya, saya mau dengarkan apa kata Dia..Bukan apa kata orang lain. Mungkin saya akan dicap keras kepala, pemberontak, atau “api dalam sekam” (yang ini tidak nyambung tapi sangat merema :p) tapi saya tahu…Saat saya yakin dan menjalankannnya dengan iman, saya akan mengalahkan semua hal karena saya tahu Dia dipihak saya.
Hari ini Dia hanya bicara “ Tulis, Lasma..menulis..menulis…Menulislahh..”..Kalau itu yang Dia mau, saya ikut…Yang saya tahu, sekarang saya sudah tidak dipersimpangan lagi. Saya sudah menemukan hal yang selama ini saya cari…IMAN AKAN SUARA BAPA…
Saya meletakkan hati saya di tangan Tuhan…God loves me..I know.
0 Comments