Selamat merayakan bukti kasih sejati
Download ilustrasi di sini https://trakteer.id/lasma_manullang/showcase/bukti-kasih-sejati-Nwq6N
Download ilustrasi di sini https://trakteer.id/lasma_manullang/showcase/bukti-kasih-sejati-Nwq6N
Ilustrasi lainnya
#christianillustration #christianart #christianfaith #hogwart #miracle #wine #jesuschrist #sundayschool #homeofheart
Download ilustrasi di sini https://trakteer.id/lasma_manullang/showcase/jesus-miracle-wine-HMMpi
Ilustrasi lainnya
https://www.amsalfoje.com/p/free-download-christian-illustration.html
Jangan biarkan mereka mereka mengalami krisis identitas yang tidak perlu.
Anak laki-laki yang suka bunga tetaplah anak laki-laki.
Anak perempuan yang suka bermain sepak bola tetaplah anak perempuan.
Tuhan Yesus mencintai mereka apa adanya dengan keunikan mereka masing-masing.
Mari kita orang tua, mencintai mereka dengan cara yang sama.
Orang tua dan pendidik lainnya, kamu bisa download ilustrasi ini gratis di Trakteer
Atau download di Shutterstock untuk penggunaan komersil.
Ilustrasi lainnya cek di Free Download Ilustrasi
Mengingat orang yang kita cintai, apakah memberi getaran yang menggelitik? Ataukah luka nyeri yang membusuk?
***
Mam, sedang membangun kebiasaan baik si kecil? Mam bisa menggunakan aktifitas poster ini. Print pada kertas glosy ukuran A4 atau A3 dan gunakan spidol yang bisa dihapus/sticker untuk memberi ceklist saat si kecil berhasil menjalankan tugasnya.
Shutting down...
Pamela mematikan laptopnya dan menarik tangannya ke atas, melonggarkan otot-ototnya yang kaku. Berjam-jam tanpa sadar ia keasikan mengupload koleksi pakaian, sepatu, dan jam tangan Ben yang tidak ia pakai tapi masih lumayan bagus untuk dijual.
Baru beberapa menit ia mengupload beberapa barang dan sudah banyak yang merespon. Pamela jadi semakin semangat menjual dan tanpa sadar sudah hampir tengah malam.
Pamela menoleh ke tempat tidurnya, di sana Ben tertidur pulas dengan tangan masih memegang hp. Pasti dia lelah sekali. Beberapa hari ini ia harus mengurus kepindahan, tugas akhir, juga Tante Laurent yang terlihat sangat menurun kondisi mentalnya.
Perlahan Pamela mendekat dan duduk di sisi ranjang, memandangi wajah Ben yang tampak tenang. Hanya di saat seperti ini Pamela bebas memandangi wajah Ben. Dalan keseharian, Pamela tidak pernah bisa benar-benat menatap mata Ben. Ia takut cowo itu membaca isi hatinya karena ada rahasia di dalamnya. Rahasia hanya Pamela sendiri yang tahu.
Pamela tersenyum lembut mengagumi bulu mata Ben yang panjang. Hidungnya yang mancung dan alisnya yang tegas. Pamela ingin berlama-lama melihatnya, tapi ini sudah hampir tengah malam, Ben harus pulang. Dia tidak boleh menginap karena dia cowo. Mommy akan ngomel panjang lebar karena ia tidak membiarkan laki-laki yang bukan saudara menginap di rumah. Lagipula Tante Laurent sendirian di rumah. Ia tidak boleh ditinggal terlalu lama
🎶🎶🎶
Baru saja Pamela mau menepuk pipi Ben, hp Ben berbunyi dan cowo itu langsung terlonjak, bangun. Ia mengangkat hpnya dan langsung menerima sambungan telepon.
"Ya, Ma?" tanyanya sambil mengusap wajahnya agar kesadarannya segera kembali. Ia menoleh pada Pamela dan menyeringai sambil mengucapkan "thank you" tanpa suara.
"Iya, ini Ben mau pulang. Nanti Ben beliin martabak Nutelanya. Mau yang lain ga? Ok."
Ben memutuskan sambungan dan menoleh pada Pamela lagi sambil menyambar jaketnya yang ada di tempat tidur.
" Barang preloved lo 70% udah kejual. Besok tinggal kirim-kirimnya." jelas Pamela sambil menyodorkan kamera yang tadi mereka pakai untuk memotret barang-barang yang mereka jual. Ben menerimanya dan memasukkannya ke dalam ranselnya dengan cepat.
"Duh, La. Thank you banget yaaa. Emang lo penolong terbaik gw. Besok gw ke sini lagi bantuin packing ya. Emak gw udah nyariin. Sori kamar lo jadi berantakan."
Pamela dan Ben menyisir pandangan mereka ke seluruh lantai ruangan yang penuh barang Ben. Berantakan seperti kapal pecah.
" Aduhh, gw beresin dulu deh."
" Ga usah!" dengan cepat Pamela menarik tangan Ben yang sudah mau meraih salah satu kotak sepatu. Ia mendorong punggung Ben agar sahabatnya itu keluar kamar.
"Cepetan pulang. Tante udah nungguin. Ini ntar gw yang beresin. Lo tinggal traktir gw sebagai upah kerja keras gw."
Ben memutar badannya dan memeluk Pamela erat. Jantung Pamela serasa melorot. Ben memang sangat mudah mengekspresikan isi hatinya lewat gestur tubuh jika sudah benar-benar dekat. Pemale tahu sekali akan hal itu, tapi tetap saja ia tidak pernah siap dengan sentuhan-sentuhan Ben yang mendadak.
"Thank youuu yaaa... Besok gw balik lagi. Salam buat Mom!"
Setelah melepaskan pelukannya Ben langsung melesat pergi, menyisakan debaran tak karuan di dada Pamela.
" Rese kamu, Ben" bisik Pamela menahan panas di pipi dan kepalanya. Ia menekan dadanya, menahan jantungnya yang seperti mau melompat keluar, kegirangan.
Dua belas tahun mereka bersahabat, semuanya biasa saja di awal. Pertengkaran-pertengkaran kecil yang membuat mereka semakin dekat dan membuat mereka saling percaya untuk menceritakan sisi lain hidup yang orang lain tak tahu. Susah senang bersama.
Mereka pernah bertengkar hebat karena sebuah kesalah pahaman dan di situlah dimulai benih-benih rahasia Pamela bertumbuh. Untuk pertama kalinya Pamela kehilangan sosok Ben dalam kesehariannya dan ia tersiksa. Saat mereka berbaikan, Pamela berjanji dalam hatinya, semarah apa pun ia, ia tidak akan menutup komunikasinya dari Ben. Ia akan berusaha menyelesaikannya secepat mungkin.
"Where is Ben?"
Pamela hampir saja melemparkan arloji Ben dari tangannya saking terkejutnya. Di pintu Vira, Mommynya, melongokkan kepalanya. Sanggulnya yang sejak pagi tadi ia tata tampak masih sempurna.
" Already go home, 15 menit lalu," jelas Pamela sambil menghampiri Vira yang sibuk melepaskan pin kondenya satu per satu.
"Sini Ela, help me."
"Di kamar Mommy aja."
Pamela mengekor Vira sambil menarik pelan ulosnya yang masih tergantung menghias bahunya yang tambun.
" La..." panggil Vira saat ia sudah melepas kebayanya dan duduk di depan meja riasnya.
" Ya, Mom?" Pamela menghampiri Vira dan mulai membantu ibunya itu melepas pin-pin sanggulnya.
" Ben ada tell you tentang his daddy company ga?" tanya Vira dengan nada pelan dan hati-hati.
" Ga, Mom. Why?" Pamela menghentikan kesibukannya sejenak dan memandang bayangan Vira di cermin.
" No, it's okey. Ntar aja Mommy cerita. Masih simpang siur. I am not sure. Daddy juga masih diskusi sama pemegang saham lainnya tadi di party. Mereka masih mau pastiin dulu."
Ada rasa tidak nyaman di ulu hati Pamela mendengar penjelasan Vira yang menggantung. Walaupun dikatakan tidak apa tapi sepertinya serius sekali.
Ben tidak pernah peduli dengan perusahaan keluarganya. Sejak dulu dia ingin mandiri, lepas dari papanya. Toh, sudah ada Jos yang akan jadi pewaris perusahaan. Tapi, melihat kondisi Jos sekarang, harusnya Boas sudah membicarakan sesuatu dengan Ben..
Tapi Ben belum mengatakan apa pun sampai hari ini. Meskipun Pamela bisa merasakan Ben banyak berpikir sejak kejadian 1 tahun lalu, Ben belum pernah membahas apa pun tentang kecelakaan itu seolah ia ingin melupakannya. Bahkan akhir-akhir ini Pamela perhatikan dia semakin banyak melamun. Sejak bertemu Hira..
Apakah Ben menceritakan sisi hidupnya yang lain pada Hira? Apa karena itu Ben tidak menceritakan masalah penting ini pada Pamela?
Mendadak seperti ada yang menusuk ulu hatinya pelan. Rasa takut yang dulu pernah ia rasakan menghampirinya, menjalar di balik punggungnya perlahan. Ia membayangkan hal terburuk dari hubungannya dan Ben. Ia sudah membayangkannya sejak lama, mempersiapkan dirinya, tapi saat melihat saat itu akan tiba tepat di depan matanya, ia merasa tidak akan pernah siap...
$$
Pamela terbangun dari lamunannya dan merogoh handphonenya yang berbunyi. Sebuah pesan chat muncul di notifikasinya.
" Arta, gua di bawah nih, bawain klepon cake kesukaan lo. Cepetan turun."
Pamela mendesis tajam membaca pesan chat salah satu teman di agensinya, Tigor. Hanya dia saja yang memanggil Pamela dengan nama belakangnya Arta. Mentang-mentang sama-sama batak dan punya hubungan pariban, Tigor selalu merasa punya hak untuk bisa menjadi suami Pamela. Setiap kali bertemu siapa pun, ia akan mengumumkan bahwa Pamela adalah paribannya.
Sudah 5 tahun Pamela berteman dengannya dan selalu melotot padanya setiap kali Tigor membahas masalah pariban, tapi tetap saja Pamela tidak bisa menjauh. Seolah-olah Tigor punya magnet yang membuat orang lain tidak bisa menolak dirinya. Bukan sebagai lawan jenis, tapi sebagai seseorang yang bisa dipercaya.
" Mommy, Ela turun dulu ya. Si Tigor tau-tau dateng."
" Lah, suruh masuk aja La. Mau kamu biarin dia nunggu di luar?"
" Ga ah. Udah malem gini. Lagian ntar dia kegirangan, dikiranya Mommy mau dia jadi mantunya."
" Mommy ga keberatan kok. He is handsome and a hardworker... right?"
" I know....Tapi Ela ga mau."
Pamela langsung ngeloyor pergi meninggalkan Vira sebelum ibunya itu mengatakan hal-hal yang Pamela pun tidak mau membayangkannya. Vira selalu membanding-bandingkan Ben dan Tigor. Ia akan mengatakan kalau dia harus memilih menantu, dia akan memilih Tigor karena Tigor orang batak, pekerja keras sekalipun bukan dari keluarga kaya. Pamela selalu membenarkan pendapat mommynya tapi hatinya tetap saja tidak bisa diajak kerja sama untuk bisa memilih hal-hal yang masuk akal.
" Lama bangettt!!" omel Tigor saat Pamela membuka pagar. Ia masih duduk di atas motor Honda Scoopynya dengan helm masih di kepala. Sepertinya ia sendiri tidak ada niat untuk singgah berlama-lama.
" Suruh siapa dateng?!" Pamela mengomel balik.
Tanpa babibu Tigor menyodorkan kantong plastik putih dengan kotak kecil di dalamnya. Pamela menerimanya dengan enggan dan mengintip ke dalam kantong. Sepertinya klepon cakenya lumayan banyak.
" Itu bikinan mama. Habisin sama tulang dan nantulang ya. Jangan lupa pesan-pesan sponsor, bilang dari Tigor."
" Iyeee..Bawel. Pulang sana!" usir Pamela membuat Tigor memonyongkan bibirnya.
" Bilang makasihhh dooong. Akooh kan udah baikkk..."
" Iya, makasihh Tigor. Pulang gih, udah malem."
" Ben tadi ke sini?" tiba-tiba saja nada suara Tigor jadi serius.
Pamela mengangguk kikuk. Tigor selalu menunjukkan kecemburuannya dengan terang-terangan, terutama pada Ben sahabat terdekat Pamela. Tigor selalu merasa Ben punya perasaan khusus pada Pamela padahal itu hanya asumsinya. Asumsi yang membuat Pamela berharap hal itu sebagai sebuah kebenaran.
"Ngapain dia?"
" Minta bantuan gw buat jualin barang-barangnya yang udah ga kepake."
" Jadi, itu yang di IG semua barang-barang dia?"
" Iya.."
" Tajir mampus ya dia...Besok dia ke sini lagi?"
" Iya, kami harus packing buat kirim barang-barang yang sudah terjual."
" Besok gw bantuin. Jam berapa janjiannya?"
" Ga usaaaahhh! Udah pulang sana!"
" Besok pagi-pagi gw dateng! Dah, Arta!"
Belum sempat Pamela memprotes rencana Tigor, cowo itu sudah meluncur pergi sambil tertawa keras. Pamela menahan napasnya membayangkan suasana besok yang kaku karena Ben dan Tigor harus bertemu muka.
" Haduhhhh..."
***
Sawer Pamela kalau kamu penasaran sama hubungan Hira, Ben, Pamela, dan Tigor... Bakal kemana arah hubungan mereka?
Ben mematikan teleponnya dengan cepat dan menghampiri Laurent yang terbaring lemah di sofa. Ia melangkahi kardus-kardus yang belum dibongkar. Akan memakan waktu lama membereskan semua barang. Yang terpenting kamar tidur sudah bisa dipakai.
" Ben...Papimu...Papimu...." Laurent bergumam dalam mabuknya. Ia terus menenggak anggur merah selama Ben membereskan kamar tidur tadi. Ia menenggaknya seolah anggur itu air mineral biasa.Ben sudah berkali-kali melarangnya, tapi Laurent tidak pernah peduli. Ia selalu mengatakan bahwa ia membutuhkan anggur itu. Agar ia bisa tidur nyenyak di malam hari walau keesokan harinya ia akan merasa seperti ditabrak truk dengan keras,
" Mami, ayoo ke kamar. Jangan tidur di sini.."
Ben melingkarkan lengan ibunyanya di bahunya dan mengangkatnya tanpa kesulitan. Laurent semakin kurus.
" Ben...Papimu...Papimu benci Mami..." bisik Laurent pelan. Ia menatap Ben dengan tatapan terluka. Ditepuknya pipi Ben pelan lalu membelainya dengan sayang.
" Masa dia bilang kau bukan anaknya... Masa dia bilang wajahmu ini mirip orang lain....Benku yang malang....Papimu...Papimu itu GILA!!"
Laurent berteriak keras sambil menghempaskan badannya ke atas ranjang. Ia membenamkan wajahnya ke selimut dan menahan tangisnya. Bahkan mabuknya tidak mampu menghilangkan rasa sakit di dadanya. Ia tidak mampu menatap wajah anak bungsunya... Ternyata berpisah dari suaminya tetap membuatnya merasa sesak. Bagaimana dia bisa menyingkirkan sesak ini? Puluhan tahun ia mencobanya, tapi makin hari semakin terasa sakit.
" Mami, istirahat yaa..." bisik Ben pelan sambil membantu Laurent membetulkan posisi tidurnya.
" Iya, sayang..Mami tidur... hahaha... Besok kita beres-beres lagi yaaa..." janji Laurent walau ia lebih berencana untuk tidur seharian. Ia tidak ingin pergi ke butik atau bertemu siapa pun. Ia hanya ingin tidur. Kalau perlu, tidak bangun-bangun lagi.
"I love you, Ben..." bisik Laurent pelan saat Ben menyelimutinya. Ben membalasnya dengan senyuman simpul dan kecupan lembut di kening Laurent.
Ben duduk di sisi ranjang sambil terus memandang wajah Laurent yang semakin hari semakin tampak lelah. Ben sudah tidak tahu lagi cara menghiburnya. Sejak 2 tahun lalu Laurent rutin menemui psikiater, ia sempat stabil tapi 2 bulan ini, saat Boas menggugat cerai, mental Laurent semakin jatuh. Apalagi saat tahu Boas punya hubungan dengan skretarisnya sejak 2 tahun lalu.
Perlahan Ben merosot, terduduk di lantai. Ia menggenggam tangan Laurent dan membenamkan wajahnya di sana. Ibunya yang cantik. Ibunya yang ceria. Ia ingin Laurent kembali seperti dulu. Dulu dia pun menderita, tapi masih ada kebahagiaan tersirat di matanya. Tapi hari ini...hanya kegelapan yang Ben lihat.
" Mami..." bisik Ben pelan tanpa mampu meneruskan kalimat pengharapannya.
***
Tante sudah tidur?
Udah..
Lo gimana?
Gw baik-baik aja..
Jangan ngilang yaa. Kasih tahu gw kalau butuh sesuatu.
Iya, tenang aja. Siapa lagi yang biasa gw repotin 😁
Iya, mumpung gw masih mau jadi tong sampah lo.
Tong sampah terbaik ❤️
Ciiiihhhh...
Btw, tadi dicari Hira. Kamu udah hubungin dia?
Udah tadi
Terus?
Ga ada terusan. B aja...
Dia kuatir banget Ben. Gw liat mukanya tadi siang. Padahal kalian baru kenal kan?
Ben menarik napasnya dalam membaca pertanyaan Pamela. Belum beberapa hari ia dekat dengan Hira dan gadis itu sudah sangat mengkhawatirkannya. Ada sedikit rasa tersayat di dada Ben.
Iya. Baru 2 hari.
Jangan main2 ya Ben. Lo kan bilang udah mau berubah.
Ga kok..Yang ini gua serius
Ben berharap Pamela membalas chat terakhirnya, tapi sepertinya Pamela sudah tidur. Ia tidak membacanya sama sekali. Garis centang chatnya masih berwarna abu-abu.
Ben mengusap wajahnya berusaha membangunkan dirinya sendiri dari rasa lelah. Rasa lelah yang ia tahu bukan karena tenaganya yang habis untuk membereskan tempat tinggal barunya.
Boas, ayahnya, tidak menemui ia dan Laurent sama sekali saat mereka meninggalkan rumah. Setidaknya mereka berpamitan pada Josh.
Mereka tidak membawa banyak barang. Ben hanya membawa pakaian, koleksi sepatu dan jam tangan mewahnya, buku, game. Sementara Laurent membawa pakaian, koleksi tas dan sepatunya...Yang ternyata tidak muat disimpan dalam apartemen sempit ini. Sementara ini Ben membiarkan koleksi-koleksi mereka tetap di tempatnya. Mungkin sebagian harus dijual.
Ben tidak membawa mobil Mazdanya karena Boas memintanya. Laurent berjanji akan membelikan mobil untuk Ben. Ibunya lumayan berada dengan usaha butiknya. Tidak sekaya Boas, tapi cukup di atas rata-rata untuk dianggap kaya.
Biar begitu, Ben tidak berencana menerima tawaran Laurent. Ia ingin mencoba menjadi orang biasa. Tanpa kemewahan....
Mungkin Hira bisa membantunya...
Ia mengingat bagaimana Hira berdoa sebelum makan atau saat gadis itu menolak ajakannya makan di luar kampus. Sejujurnya Ben cukup terkejut karena biasanya ia jarang ditolak. Gadis-gadis yang ia dekati akan tersenyum lebar setiap kali ia ajak kencan mewah dengan dijemput mobil Mazda kebanggaannya.
Dulu Ben tidak mau bergaul dengan orang seperti Hira. Bukan karena berbeda kelas tapi karena Ben tidak yakin bagaimana cara menghadapi orang yang memiliki gaya hidup yang jauh berbeda darinya. Dunianya sempit...
Mungkin diusir dari rumah salah satu cara Tuhan membayar dosa-dosanya. Menjauhkannya dari semua kenyamanan dan harus hidup sebagai orang biasa. Agar ia tahu bagaimana rasanya menjadi Hira....
Ben mengigit bibir bawahnya dan mengingat bagaimana gadis itu gemetar terduduk di pinggir jalan. Matanya nanar menatap ke arah sebrang dan tiba-tiba lolongan seperti serigala terluka keluar dari mulutnya.....
Prak! Tanpa sadar Ben menyenggol beberapa buku yang sudah ia susun. Ia gemetar...
Setiap kali mengingat hari itu, ia gemetar. Ia tidak tahu bagaimana harus melupakannya. Hanya dengan cara yang ia pikirkan 1 minggu yang lalu, mungkin ia bisa melenyapkan rasa sakit dipunggung dan dadanya setiap kali mengingat peristiwa 1 tahun lalu..
Hanya dengan cara itu..
***
Sawer Ben supaya kuat menjalani hidup ini
Hai kamu yang suka ga enakan!!
Sini merapat! Gw mau cerita. Sebenarnya ini pengingat buat diri gw sendiri juga sebagai mantan manusia yang ga enakan. Biar pun mantan, rasa ga enakan itu pun masih suka menguasai sikap gw di kehidupan sehari-hari.
Hai temans,
Gw lagi ga ada yang mau dishare, tapi tiba-tiba mau share playlist lagu rohani Kristen gw.
Kenapa mau gw share? Karena sejak gw lebih rutin denger lagu-lagu rohani kontemporer ini, "gelombang otak" gw lebih stabil. Mood gw lebih terkontrol dan cara mikir gw lebih optimis.
Hai teman-teman, beberapa minggu ini gw akan banyak share ilustrasi Natal. Kamu bisa pakai ilustrasinya dengan bebas. Bisa untuk jurnaling harian, bahan slide show sekolah minggu, cetak jadi stiker untuk dibagikan ke adik sekolah minggu, dll. Yang penting bukan buat diperjual belikan ya.
Ilistrasi-ilustrasi ini gw buat sebagai pelayanan gw buat pekerjaan Kerajaan Allah. Karena gw sendiri terbatas secara keuangan, waktu dan tenaga, jadi ini cara gw terlibat dalam pelayanan.
Sebenarnya ini pun Roh Kudus dorong gw udah lama. Bikin ilustrasi yang bisa bantu pelayanan iman Kristen. Cuma, gw tunda, gw tunda, gw tunda. Gw fokus sama hal-hal jasmani. Hehehe
Dua bulan lalu, gw share soal pelayanan ini ke adik gw dan dia dorong gw untuk segera taat sama panggilan Tuhan. Jangan tunda-tunda lagi.
Jadi, di sinilah..
Akhirnya... Gw mulai rutin bikin ilustrasi.
Memamg ga sebagus yang udah pada ekspert. Kemampuan gw masih jauh banget. Tapi semoga ilustrasi-ilustrasi yang gw bikin bisa jadi berkat.
Teman-teman bisa download ilustrasi-ilustrasi Natal tahun ini secara GRATIS di PIXABAY. Jangan lupa follow akun Bank_illustration dan like saat kamu sudah download ya.
Mohon dukungan doanya supaya pelayanan ini lancar. 🙏🙏🙏
Gbu.
Yesus mengasihi anak-anak, kita tahu pasti itu. Saking Ia mengasihi mereka sampai ada ayat khusus yang memperingatkan kita dalam memperlakukan anak-anak.
Plokk!! Tepukan keras di pipi Jenny membuatnya terbangun dari lamunan. Di hadapannya Hira nyengir lebar sambil menunjukkan jasad nyamuk yang baru saja ditangkapnya.
Jenny menoleh pada Hira dan kali ini sahabatnya yang melamun. Ia tampak tak bersemangat dan lesu. Beberapa kali ia menghembuskan napasnya dari mulut membuat poninya melayang.
"Kenapa Ra?", tanya Jenny, penuh rasa ingin tahu. Tidak biasanya Hira tampak berpikir sangat keras.
Hira menatapnya lekat-lekat lalu menunjukkan layar hpnya. Di sana terpampang chatingan antara Hira dan Ben. Chattingan terakhir Hira dikirim tadi malam jam 10 dan hanya dibaca Ben tanpa dibalas.
"Kemarin, gua makan sama Ben di kantin dan tahu-tahu dia pergi dengan buru-buru. Kayanya ada yang penting banget. Tapi abis itu dia ga hubungin gua sama sekali, " jelas Hira sambil mengacak-acak poninya.
" Dan lo gelisah?" selidik Jenny. Ia agak kuatir. Kuatir sahabatnya bermain hati pada Ben. Padahal...
" Ya, gua ga gelisah sih.. Tapi kuatir aja ada apa-apa dengan dia.. "
Hira menggigit bibirnya dan menatap mata Jenny lekat-lekat. Perlahan Hira menyadari sikapnya yang tidak biasa. Hira gelisah.
"Hahahaha... Kenapa gua kudu gelisah cobaaa.. Palingan dia anak orang kaya yang lagi main-main sama perasaan cewe misqueen kayak gue."
Hira menggak air dari botol minumnya, berusaha menenangkan diri. Semburat merah menghiasi wajahnya. Hira seperti terluka.
Jenny menepuk bahunya pelan. Hira tidak perlu banyak bicara, Jenny tahu apa yang sahabatnya itu rasakan. Sebagian cowo memang suka sekali bermain-main dengan perasaan orang lain. Untungnya, Hira belum memiliki perasaan yang mendalam. Jangan sampai. Jangan sampai ingatannya sembuh.
Jenny memijat bahu Hira, pelan agar ia tidak terlalu stress dengan perlakuan Ben padanya. Jenny baru akan mengajaknya makan di kantin saat tiba-tiba Hira bangkit berdiri dan berlari ke arah lobi kampus.
"Ra!" panggil Jenny, bingung. Jean membereskan tasnya dan bergegas mengikuti Hira ke arah lobi.
Di lobi, Hira tampak berbincang dengan seorang cewe tinggi, berambut panjang gelombang kecoklatan. Kecantikannya lembut membuat orang bisa terpaku. Oh, ya tentu saja.. tidak ada yang tidak mengenal Pamela. Selain kembang kampus dia salah satu artis nasional yang terkenal.
Jenny pelan-pelan mendekati mereka dan memperhatikan dua cewe teman Pamela yang tampak tidak suka dengan Hira. Mereka melipat tangan di dada dan memandang Hira dengan tatapan merendahkan. Jenny ingin mencolok mata mereka kalau bisa. Apa salah Hira sampai mereka menatapnya seperti itu?
"Kapan selesai pindahannya? Gua agak kuatir..sebenarnya..." jelas Hira, dengan suara agak rendah. Sepertinya Hira belum menyadari tatapan dua sahabat Pamela, lebih baik begitu.
" Gua belum tahu, Ra. Nanti sih gua mau ke sana buat bantu-bantu dikit. Lo mau ikut?"
Berbeda jauh dari dua sahabatnya, Pamela tampak manis dan ramah. Ia tidak terganggu dengan keberadaan Hira....Dia..Sempurna...
"Eh, ga usah deh. Gua tunggu dia bales chat gua aja. Yang penting dia memang baik-baik aja."
Hira menolak dengan gugup ajakan Pamela. Sesekali ia menoleh ke arah belakang Pamela. Sepertinya dia sudah merasakan bagaimana ia dianggap pengganggu.
" Eh, Jen. Kenalin ini Pamela," tiba-tiba saja Hira menarik Jenny mendekat dan mengenalkannya pada Pamela.
" Hai, gua Jenny.." Jenny membalas uluran tangan Pamela dengan senyuman amat kaku. Pamela terlihat lebih cantik dilihat dari dekat.
" Hai, gua Pamela."
" Gua kenalin, biar Jenny punya kenalan artis juga," Hira menyeringai dengan ocehannya sendiri. Sementara Jenny merasakan wajahnya panas karena malu melihat Pamela tertawa pelan mendengar candaan Hira.
" Ra, gua harus naik. Lo tenang aja ya, nanti gua kabarin Ben biar hubungin lo dan ga bikin lo kuatir, " janji Pamela dengan senyum lembutnya membuat Jenny berjanji tidak akan pernah mengenalkan Pamela pada Galuh. Galuh salah satu penggemar Pamela. Kalau sampai dia kenal Pamela secara langsung, mungkin dia akan lupa pada dirinya.
" Ternyata Ben beberapa hari ini pindahan ke apartemen baru," jelas Hira saat Pamela sudah masuk ke lift bersama teman-temannya. Entah kenapa Jenny agak kecewa mendengar ada nada kelegaan dari cara Hira menjelaskan.
Jenny bisa melihat tatapan berharap di mata Hira. Haruskah Jenny mengatakan sesuatu untuk mematikan harapan itu? Tapi Jenny takut Hira akan marah seperti beberapa hari yang lalu. Jenny tidak lagi mau melihat kekecewaan itu di mata Hira. Mungkin untuk saat ini Jenny lebih baik diam saja. Iya...
Atau mungkin Jenny bisa menceritakannya pada mereka....
***
Hari ini langit malam Jakarta tidak menampakkan bintang sama sekali...Ah, yaa memangnya sejak kapan langit Jakarta bisa berbintang? Polusi yang terlalu pekat tentu saja menjadi biang keroknya.
Hira menggaruk hidungnya yang tak gatal untuk sekian kalinya. Ia mengecek kembali aplikasi chatnya, menunggu seseorang menghubunginya...atau ia sendiri sedang bimbang haruskah ia menghubunginya lebih dulu.
Siang tadi Hira menanyakan tentang Ben pada Pamela karena sejak kemarin Ben tidak bisa ia hubungi. Ternyata Ben sedang sibuk pindahan ke apartemen baru.
Entahlah... Ia merasa belum seharusnya. Baru dua hari ia dan Ben saling kenal, Hira tidak mau terlalu membuka diri. Apalagi dengan kondisinya yang amnesia. Tapi cara dia meninggalkannya di kantin, kemarin, membuatnya merasa agak gelisah dan penasaran.
Garukan yang kesekian kalinya lagi di hidungnya. Hira semakin merasa gerah sendiri. Akan lebih mudah menyampaikan pikirannya kalau Ben menghubunginya lebih dulu. Tadi siang, Pamela berjanji akan memberitahu Ben tentang kegelisahan Hira. Melihat Ben belum menghubunginya sampai sekarang, sepertinya Pamela belum membicarakannya.
Hira menengok sebentar ke arah ruang keluarga. Di sana Riana sedang duduk dengan santai sambil tertawa-tawa menonton talk show yang dibawakan pelawak favoritnya, Sule. Sementara itu abang keduanya, Mahesa, tampak sedang serius mengerjakan sesuatu dengan laptopnya di meja makan.
Situasi aman untuk Hira bisa menghubungi Ben lewat telepon saja. Lebih enak bicara langsung daripada harus lewat chat. Ia tidak mau galau menunggu chatnya dibaca. Apalagi kalau dibaca tapi tidak dibalas....Entah kenapa seperti orang yang sedang ngarep.
" Telepon aja kali ya..." bisik Hira pada dirinya sendiri.
Hira membuka nomor ponsel Ben dan tetap masih ragu-ragu menekan tombol "Call"...
" Hayoo, mau nelepon siapa?!"
Hampir saja Hira melempar dan menjatuhkan handphonenya ke lantai karena tepukan keras di kedua bahunya. Di belakangnya, Andra, abang sulungnya cengengesan melihat Hira mengelus dada karena terkejut.
" Hiiihh, abang nih yaaa. Apa-apaan sih!! Hampir aja hp Hira jatoohh!"
" Maap!" Andra menangkupkan tangannya dan langsung duduk di sofa, di samping Hira. Ia meletakkan bacpackernya di lantai dengan asal.
" Andra, beresin itu tas kamu yaa sebelum gangguin Hira. Jangan sampai Mama yang beresin dan lempar keluar yaa," ancam Riana tanpa menoleh dari layar tivi.
" Iya, Mamaku sayang!" jawab Andra tanpa beranjak sedikit pun. Ia kembali berpaling pada Hira dan menatap adik perempuan satu-satunya itu penuh makna.
" Apa sih, Bang?" tanya Hira, grogi. Ia takut Andra melihat nama Ben tertulis di hpnya tadi. Dia pasti akan mengajukan pertanyaan panjang kali lebar, dalam dan luas sampai Hira tak berkutik.
Tampang abangnya itu memang asal. Gondrong dengan jenggot dan kumis yang tipis-tipis. Kaosnya selalu berwarna tanah yang Hira sebut warna dekil. Badannya lebih sering beraroma matahari karena kegiatan luar ruangannya. Tapi dibalik gaya ngasalnya itu dia bisa jadi begitu cermat kalau sudah berhubungan dengan Hira. Apalagi soal cowo yang dekat dengan Hira.
" Jadi, siapa cowo itu?" tanya Andra membuat Hira tidak mampu memfokuskan pandangannya. Sebisa mungkin ia tidak mau menatap mata abangnya itu. Jangan sampai abangnya itu membaca pikirannya.
" Ah, udah jam segini. Mau bobo, ah!" Hira bangkit dari duduknya dan bergaya seperti orang mengantuk. Tapi, tentu saja trik itu tidak akan berhasil.
Andra menarik tangannya agar duduk kembali dan ia langsung mendekatkan wajahnya ke wajah Hira dengan mata penuh selidik. Sementara Hira berusaha pura-pura tidak ada tatapan yang sedang menusuknya.
" Jangan menghindar. Siapa itu Ben? Ditinggal 2 minggu aja sudah punya pacar. Gimana ceritanya?"
" Iya, gimana ceritanya?" bisikan halus ditelinga lain Hira membuatnya terlonjak. Di samping kanannya Mahesa sudah mendekatkan wajahnya juga pada Hira penuh selidik. Di balik kacamatanya ia menatap Hira tak kalah tajam.
Hira tak berkutik dan tertawa keras-keras untuk menutupi kegugupannya. Andra malah menutup mulut Hira dengan tangannya, menatap adik perempuannya itu, tidak percaya.
" Cewe kok ketawa kayak setan. Gimana ceritanya si Ben mau sama kamu? Dia tahu ga kalau kamu ketawa amandel kamu aja bisa lompat keluar?"
Hira menghempaskan tangan Andra dan memonyongkan bibirnya. Hira memang suka asal tapi itu juga belajar dari abangnya yang sok keren ini.
" Mana Hira tahu kenapa dia suka Hira. Kenal aja baru 2 hari dan kita ga pacaran yeee..."
Omel Hira, menyerah untuk menyimpan rahasia tentang Ben rapat-rapat.
" Oh, belum pacar... Yah... percuma abang kuatir. Palingan ntar lagi dia kabur."
" Yeee..mending Hiralah, daripada abang jomblo yang belum pecah telor. Ga pernah pacaran."
" Iya, bener sih. Kasihan juga kamu, Bang," Mahesa membenarkan omelan Hira. Andra yang memang jomblo belum pecah telor langsung melotot dan menjitak kepala dua adiknya satu-satu.
" Iya, malulah Andra. Sudah mau 30 tahun masih jomblo. Pacarannya sama gunung, sama pantai mulu," timpal Riana sambil mengunyah rengginang tanpa menoleh dari tivi.
" Apaan sih Mama. Ikut-ikutan aja," omelan Andra hanya dibalas tawa ngakak Riana yang melihat duet Sule dan Andre Taulani yang makin hari makin ngaco.
🎶🎶🎶
Tiba-tiba hp Hira berbunyi dan di hpnya tertulis nama Ben. Tanpa pikir panjang Hira berlari ke teras menghindari 2 abangnya dan menerima telepon dari Ben.
" Ha..halo?" sapa Hira dengan gugup. Jantungnya berdegup kencang, tidak wajar.
" Halo, Hira? Hai, maaf ya ganggu kamu malam-malam.."
" Oh, iya gpp Ben. Santai aja. Gua juga ga lagi ngapa-ngapain."
" Oh, gitu..."
Setelah ucapannya Ben tidak melanjutkan pembicaraan. Ada keheningan diantara mereka yang membuat punggung Hira terasa berat.
" Gua denger lo pindah ke apartemen?" Hira mencoba membuka pembicaraan.
" Iya. Udah dengar dari Pamela ya? Mungkin aku baru bisa balik ke kampus lusa. Aku harus ngurus beberapa hal."
" Oh, iya. Kalau...Kalau...Kalau lo butuh bantuan, bilang aja ya.."
Ben tidak menjawab tapi dari sebrang Hira bisa mendengar seorang wanita memanggil Ben.
" Iya, Ma.. tunggu yaa..." jawab Ben, lemah.
" Ra, sorry ya udah dulu. Nanti aku sambung lewat chat." jelas Ben dengan terburu-buru dan lagi-lagi tanpa menunggu jawaban Hira, ia menutup teleponnya.
Hira terpaku mendengar suara sambungan telepon terputus. Punggunnya yang awalnya terasa berat tiba-tiba menjadi dingin. Ada rasa sesak di dadanya. Rasa seperti ditolak, tidak diharapkan.
Apaan..gua baru kenal dia beberapa hari. Kenapa hati gua sakit banget dengan cara dia memperlakukan gua? Aduhhh... jangan sampai gua main hatiii, jerit Hira dalam hati.
***
" Kayaknya ga berjalan mulus.." bisik Andra pada Mahesa yang berdiri di belakangnya. Andra menutup tirai dan berbalik menghadap Mahesa. Mereka mengintip Hira yang bicara lewat telepon dan sedikit merasa lega melihat ekspresi kecewanya.
" Tapi tetap ga bisa kita lepas aja dong?" tanya Mahesa memastikan.
Tadi siang Jenny menghubungi mereka lewat chatting dan menceritakan tentang Ben. Andra langsung membereskan barangnya dan check out dari penginapan yang mengendorse blognya, untuk bisa segera pulang saat tahu Hira sedang dekat dengan seorang cowo. Untungnya bukan hotel luar pulau jadi ia bisa langsung pulang setelah 2 minggu berkeliling lokasi untuk mengumpulkan data, foto untuk bahan reviewnya.
" Iya, jangan lepas. Tapi jangan terlalu agresif juga. Lo udah dapet data socmednya?"
" Belum. Kayaknya dia jarang pakai socmed. Ada beberapa nama Ben di list friends Hira, tapi gw ga yakin Ben yang mana."
" Nanti tanya Jenny lagi deh. Pokoknya jangan sampai Hira jadian sama cowo itu.." tekan Andra, serius. Mahesa mengangguk setuju.
Jangan sampai Hira memiliki hubungan dengan pria lain sebelum ingatannya pulih. Jangan sampai. Apalagi jika ia tidak tahu latar belakang cowo itu. Jangan sampai. Hira harus pulih dulu.
***
Trakteer cendol Andra & Mahesa biar ga haus pas mata-matain Hira.
Ia memarkirkan Mazda RX7 hitamnya di samping Rolls-Royce Phantom VIII dan di depannya Porsche 911 merah . Bangunan dengan model arsitektur romawi. Temboknya dilapisi batuan marmer dingin dan sebagian sudutnya dihiasi patung marmer berbentuk dewa dewi mitologi Roma. Di tengah halaman depan kolam ikan dengan pancuran air berbentuk wanita membawa kendi menjadi pusat taman dan mobil-mobil memutarinya saat harus keluar masuk halaman depan.
****
Kali ini gw share dan buatkan coloring sheet buat teman-teman. Kamu bisa bersenang-senang dengan anak atau ponakan atau anak tetangga.
Kamu bisa download PDFnya free di sini
Kalau kamu pakai coloring sheet ini dan posting di IG, jangan lupa tag @lasma_manullang2 yaaa. Biar aku repost di story ☺️☺️.
Jangan lupa dukung amsaLFoJe di Trakteer
Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates